Inilah Akar Penyebab Pembakaran Gereja di Aceh Singkil

Kerusuhan bernuansa agama pecah di Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Aceh, Selasa siang (13/10). Sekelompok warga membakar satu gereja dan satu undung-undung (rumah peribadatan berukuran kecil) di Desa Suka Makmur. Akar permasalahan dipicu atas berdirinya puluhan gereja tak berizin di Singkil.
Bupati Aceh Singkil Safriadi menyatakan, sesungguhnya ada kesepakatan antarwarga di daerahnya bertahun-tahun lalu.
“Ada perjanjian damai antara umat Kristen dan Islam pada 1979 yang dikuatkan lagi di musyawarah tahun 2001,” kata dia, dikutip dari CNN Indonesia.
Berdasarkan perjanjian damai tersebut, ujar Safriadi, di Aceh Singkil disetujui berdiri satu gereja dan empat undung-undung. Namun kini ternyata jumlah rumah ibadah telah lebih dari yang disepakati.
“Menjamur menjadi 23 undung-undung. Ini menyebabkan gejolak,” ujar Safriadi. Jumlah gereja pun bertambah melebihi yang tercantum dalam kesepakatan.
“Tanggal 6 Oktober, umat Islam mendesak Pemerintah Daerah untuk berpatokan pada perjanjian tahun 1979 dan musyawarah 2001,” kata Safriadi.
Selasa (6/10/2015) Ratusan massa yang menamakan dirinya Pemuda Peduli Islam Aceh Singkil melakukan aksi damai di halaman kantor Bupati Aceh Singkil, di halaman kantor Bupati Aceh Singkil, Massa menuntut pembongkaran pembangunan gereja ilegal. Massa menyampaikan beberapa tuntutan kepada Pemerintah Kabupaten Aceh Singkil setempat diantaranya mendesak pemerintah segera melakukan pembongkaran terhadap sejumlah bangunan gereja illegal yang hingga kini telah berdiri di sejumlah tempat. Mereka juga menolak pemberian izin bagi gereja di bumi Syech Abdurrauf Aceh Singkil tanpa kata toleransi.
Bupati juga diminta agar membuat surat pernyataan agar dalam tempo 7 hari terhitung mulai dari hari ini, Selasa tanggal 6 Oktober 2015 sampai dengan hari Selasa tanggal 13 Oktober 2015 mendatang, segera membongkar gereja yang tidak memiliki izin.
Selain melakukan orasi, massa juga melakukan aksi bakar ban dan menggelar aksi teatrikal sambil mengusung keranda jenazah sebagai bentuk sikap kekecewaan masyarakat terhadap Pemerintah yang dinilai mati suri menyikapi pembangunan gereja.
“Umat Kristiani sudah melanggar kesepakatan yang sudah mereka ikrarkan pada tahun 1979 yang mana hanya satu gereja yang boleh dibangun sesuai undang-undang, akan tetapi saat ini sudah melebihi kesepakatan,” tegas orator aksi, Suriadi, sembari meneriakkan yel-yel. Selanjutnya, kesepakatan atau perjanjian tersebut kembali diikrarkan pada tahun 2001 dimana pihak Kristiani hanya membangun satu unit bangunan gereja serta ditambah empat buah bangunan undung-undung.
“Tapi realita di lapangan umat Kristiani dianggap telah membangun lebih dari kesepakatan,” terang Suriadi.
Massa juga mengultimatum Pemerintah setempat jika dalam sepekan tuntutannya tidak direspon maka, massa akan melakukan pembongkaran secara paksa terhadap gereja. Sementara itu wakil bupati mengatakan masih akan melakukan musyawarah terlebih dulu dengan Muspida.
Pantauan di lokasi, massa turut menyebarkan selebaran berisikan tentang penyampaian bahwa ‘Umat Kristen ingkar janji dan kebal hukum di Aceh Singkil‘. Para pendemo mendapat pengawalan yang ketat dari unsur TNI dan Polri sehingga aksi tersebut berjalan tertib dan aman hingga massa membubarkan diri.

Setelah terjadi demo tersebut diadakanlah kesepakatan antara Bupati Aceh Singkil Safriadi, Muspida, ulama, ormas Islam serta tokoh masyarakat, Senin (12/10/2015) di ruang pertemuan kantor Setdakab setempat di Pulau Sarok, Singkil, ditetapkan sepuluh gereja di Aceh Singkil akan dibongkar dalam kurun dua pekan ke depan. Kesepakatan lain, disebutkan pembongkaran gereja dimulai tanggal 19 Oktober sampai dua pekan kedepan. Selanjutnya rumah ibadah yang tidak dibongkar harus mengurus izin dengan tenggat waktu selama enam bulan. Kemudian tokoh ulama diminta menenangkan umat agar tidak terjadi hal tak diinginkan.
Poin lainnya dari kesepakatan, pendirian rumah ibadah harus menuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam undang-undang. Hasil kesepakatan tersebut, akan disosialisasikan Muspida di Masjid Lipat Kajang Bawah, Kecamatan Simpang Kanan, malam ini juga.
Hal tersebut dilakukan untuk menenangkan massa yang pada Selasa (13/10/2015) merupakan batas waktu terakhir yang diberikan.
Sebagaimana diketahui sebelumnya, masa Pemuda Peduli Islam (PPI) Aceh Singkil, Selasa (6/10/2015) lalu menggelar unjuk rasa. Mereka mendesak agar gereja tak memiliki izin dibongkar. Jika sampai besok, Selasa (13/10/2015) tidak dilaksanakan maka mereka yang akan membongkarnya.
Berikut nama sepuluh gereja yang sudah sepakat untuk dibongkar yakni:
GKPPD Desa Sukamakmur, Kecamatan Gunung Meriah
GKPPD Pertabas
GKPPD Kuta Tinggi
GKPPD Tutuhan
GKPPD Dangguran, Kecamatan Simpang Kanan.
GKPPD Mandumpang
GKPPD Siompin
GMII Siompin, Kecamatan Suro
GKPPD Situbuhtubuh, Kecamatan Danau Paris.

Gereja Katolik Lae Balno, Danau Paris.


“Tapi warga tak sabar sehingga terjadi insiden. Berlangsung demonstrasi yang disusul tindakan anarki,” ujar Safriadi.
Kerusuhan bermula pada pukul 11.00 WIB ketika sekitar 700 orang mendatangi satu gereja di Desa Suka Makmur, Aceh Singkil, dan membakarnya. Massa membawa senjata tajam sehingga aparat keamanan pada awalnya sempat kesulitan menghadang mereka.
“Polisi tak bisa berbuat apa-apa selain meminta jemaat untuk pergi,” ujar Pendeta Erde, Kepala Gereja di HKI Gunung Meria.
Satu orang tewas dan tujuh lainnya terluka dalam ksweeping.

erusuhan tersebut. Selanjutnya setelah membakar gereja, kata Pendeta Erde, massa melakukan
“Betul, ada sweeping, dan ada satu korban tewas dari warga. Sekarang sudah tenang,” ujar Safriadi, sang Bupati.
Kapolri Jenderal Badrodin Haiti menyatakan jajarannya di Aceh Singkil terus berupaya untuk meredam emosi massa dari kedua pihak di daerah itu. 

0/Post a Comment/Comments

Lebih baru Lebih lama