SILOGISME; SILOGISME KATEGORIK



Oleh: Muhamad Robiaal Mamonto



1.      Pendahuluan

Kesimpulan adalah hasil akhir dari proses berpikir. Dalam studi logika atau ilmu terapan yang berhubungan dengan aktifitas berpikir, terdapat dua cara pengambilan kesimpulan, yakni eduksi (penyimpulan langsung) dan deduksi (penyimpulan tidak langsung). Silogisme merupakan tekhnik penyimpulan yang termasuk dalam cara deduksi yang terdiri dari silogisme kategoris, silogisme hipotetis, dan silogisme disyungtif. Dalam makalah ini akan coba dipaparkan mengenai silogisme kategorik, mulai dari definisi sampai pada kaidah-kaidah yang membentuk silogisme kategorik tersebut.

2.      Definisi Silogisme Kategorik

Silogisme merupakan tekhnik pengambilan kesimpulan secara deduksi atau sering disebut dengan bentuk pemyimpulan tidak langsung (mediate inference)[1] atau dalam kaidah ilmu mantik lebih dikenal dengan Istidlal yang secara bahasa memiliki arti: mencari dalil, keterangan, indikator, atau petunjuk.[2]

Secara Istilah silogisme atau istidlal, bisa diartikan dengan upaya memahami yang belum diketahui melalui hal-hal yang sudah diketahui[3] atau penyimpulan pengetahuan baru yang kebenarannya diambil secara sintetis dari dua permasalahan yang dihubungkan dengan cara tertentu.[4]

Menurut Abu Hilal al-Anskari terkait dengan sillogisme atau istidlal adalah mencari pengertian sesuatu dari segi lainnya.[5] Sedangkan menurut Aristoteles, adalah argument yang konklusinya diambil secara pasti dari premis-premis yang menyatakan permasalahan berlainan.[6]

Silogisme kategorik sendiri, disebut demikian karena merupakan silogisme yang semua proposisinya adalah proposisi kategorik. Demi lahirnya konklusi maka pangkal umum tempat kita berpijak harus merupakan proposisi universal, sedangkan  pangkal khususnya bisa berbentuk partikular, singular, ataupun universal yang diletakan di bawah aturan pangkal umumnya. Pangkal khusus bisa menyatakan permasalahan yang berbeda dari pangkal umumnya atau bisa juga merupakan kenyataan yang lebih khusus dari permasalahan umumnya. Contohnya:[7]

Semua manusia tidak lepas dari kesalahan

Semua cendekiawan adalah manusia

Semua cendekiawan tidak lepas dari kesalahan



Proposisi yang menjadi pangkal umum serta pangkal khususnya disebut premis atau muqadimah, sedangkan proposisi yang dihasilkan dari sintesis kedua premisnya disebut kesimpulan atau konklusi atau natijah. Sedangkan term yang menghubungkan kedua premis disebut dengan term penengah (middle term).[8] Contohnya:

Semua tanaman membutuhkan air       (premis mayor)

                             M                   P

Akasia adalah tanaman                                    (premis mayor)

      S                M

Akasia membutuhkan air                     (konklusi)

     S                P         

Keterangan: S = subyek; P = predikat; M = middle term



3.      Hukum-hukum Silogisme Kategorik

Silogisme kategorik memiliki 8 hukum yang terdiri dari dua bagian; bagian I berhubungan dengan masalah proposisi terdiri dari 4 hukum dan bagian II berhubungan dengan  masalah term terdiri dari 4 hukum.[9]

3.1.Hukum-hukum yang Berhubungan dengan Proposisi

Yang berhubungan dengan proposisi, hukum-hukum silogisme kartegorik sebagai berikut:[10]

1.      Apabila salah satu premis particular, maka kesimpulannya harus particular juga, seperti:

Semua yang halal dimakan menyehatkan

Sebagian makanan tidak menyehatkan, jadi

Sebagian makanan tidak halal dimakan



2.      Apabila salah satu premis negative, maka kesimpulannya harus negatif juga, seperti:

Semua korupsi tidak disenangi.

Sebagian pejabat adalah korupsi, jadi

Sebagian pejabat tidak disenangi



3.      Dari dua premis yang sama-sama particular tidak sah diambil kesimpulan, kesimpulan:

Beberapa orang kaya kikir.

Beberapa pedagang adalah kaya, jadi:

Beberapa pedagang adalah kikir



4.      Dari dua premis yang sama-sama negatif, tidak menghasilkan kesimpulan apa pun, karena tidak ada mata rantai yang menghubungkan kedua psoposisi premisnya. Kesimpulan dapat diambil bila sedikitnya salah satu premisnya positif. Kesimpulan yang ditarik dari dua premis negative adalah tidak sah, seperti:

Kerbau bukan bunga mawar

Kucing bukan bunga mawar,

……(tidak ada kesimpulan)



3.2.Hukum-hukum yang Berhubungan dengan Term

Yang berhubugan dengan term, hukum-hukum silogisme kategorik sebagai berikut:[11]

1.      Paling tidak satu term menengah harus tertebar (mencakup). Kalau dari dua premis, term penengahnya tidak tertebar akan menghasilkan kesimpulan yang salah, seperti:

Semua ikan berdarah dingin.

Binatang ini berdarah dingin, jadi

Binatang ini adalah ikan



2.      Term predikat dalam kesimpulan harus konsisten dengan term predikat yang ada pada premisnya. Bila tidak, kesimpulan menjadi salah, seperti:

Kerbau adalah binatang.

Kambing bukan kerbau, jadi:

Kambing bukan binatang



3.      Term penengah harus bermakna sama, baik dalam premis mayor maupun premis minor. Bila term penengah bermakna ganda, kesimpulan akan menjadi lain, seperti:

Bulan itu bersinar di langit.

Januari adalah bulan, jadi

Januari bersinar di langit



4.      Silogisme harus terdiri dari tiga term, yaitu term subyek, term predikat dan term penengah. Apabila hanya terdiri dari sebuah term dan dua buah term atau melebihi dari tiga term, maka tidak bisa diambil kesimpulan.



4.      Absah dan Benar

Absah (valid) berkaitan dengan prosedur penyimpulannya, penyimpulan dapat dikatakan valid apabila sesuai dengan hukum-hukumnya. Sedangkan benar berkaitan dengan proposisi dalam silogisme itu, apakah proposisi tersebut didukung atau sesuai dengan fakta atau tidak.[12]

Konklusi silogisme hanya bernilai manakala diturunkan dari premis yang benar dan prosedur yang valid. Konklusi yang meskipun benar tetapi diturunkan melalui prosedur yang invalid dan psemis yang salah, maka hal tersebut tidak bernilai, karena dalam silogisme kita tidak menghadirkan kebenaran baru, tetapi kebenaran yang sudah terkandung pada premis-premisnya.[13]



5.      Bentuk-bentuk Silogisme

Bentuk silogisme dibedakan atas letak medium (term penengah = middle term) dalam premis. Ada empat macam bentuk silogisme, yaitu:[14]

Figur kesatu:

Medium menjadi subyek pada premis mayor dan menjadi predikat pada premis minor. Ketentuan khusus pada bentuk-bentuk dalam figure ini adalah:

1.      Premis mayor harus universal.

2.      Premis minor harus afirmatif.



Figur kedua:

Medium menjadi predikat pada premis mayor dan premis minor. Ketentuan khusus bagi bentuk-bentuk dalam figure ini adalah:

1.      Premis mayor harus universal.

2.      Premis minor kualitasnya harus berbeda dengan premis mayornya.

Contoh:

Semua yang dilarang Tuhan mengandung bahaya

Mencuri adalah dilarang Tuhan, jadi

Mencuri adalah mengandung bahaya



Figur ketiga:

Medium menjadi subyek pada premis mayor dan premis minor. Peraturan khususnya adalah:

1.      Premis minor harus afirmatif.

2.      Konklusi harus particular.

Contoh:

Semua tumbuhan membutuhkan air

Tidak satu pun benda mati membutuhkan air, jadi

Tidak satu pun benda mati adalah tumbuhan



Figur keempat:

Medium menjadi predikat pada premis mayor dan menjadi subyek pada premis minor. Peraturan khususnya adalah:

1.      Bila premis mayor afirmatif, maka minor harus universal.

2.      Apabila premis minor negatif, maka premis mayor harus universal.

Contoh:

Semua pendidik adalah manusia

Semua manusia akan mati, jadi

Sebagian yang akan mati adalah pendidik



6.      Silogisme Bukan Bentuk Baku

Bentuk silogisme standar terdiri dari tiga proposisi, tiga term, dan konklusinya selalu disebut sesudah premis-premisnya. Akan tetapi, bentuk ini dalam pembicaraan sehari-hari jarang digunakan. Kelainan dari bentuk standar dapat terjadi karena:[15]

1.       Tidak menentunya letak konklusinya

2.       Seolah-olah terdiri lebih dari tiga term

3.       Hanya terdapat dua premis tanpa konklusi atau hanya terdapat satu premis dan satu konklusi

4.       Proposisinya lebih dari tiga



7.      Penutup

Dari pembahasan di atas dapat kita ketahui bahwa silogisme kategorik, memiliki berbagai patokan-patokan hukum sebagai pembatas dalam menyimpulkan premis-premis yang ada dalam silogisme tersebut. Apabila dalam penyusunan silogisme hal-hal tersebut dilanggar, maka akan terjadi kerancuan dalam bentuk silogisme tersebut yang akhirnya tidak akan ditemukan keterkaitan antara kesimpulan dan premis-premisnya.

Daftar Pustaka

A.K, Baihaqi, Ilmu Mantik (Teknik Dasar Beprikir Logik), Darul Ulum Press, 1998

Mundiri, Logika, Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2008

Syukriadi Sambas, Mantik (Kaidah Berpikir Islami), Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1997

bundaarik.multiply.com

www.cml.ui.ac.id









[1] Mundiri, Logika, Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, edisi. I, 2008, hal. 99

[2] Baihaqi A.K, Ilmu Mantik (Teknik Dasar Beprikir Logik), Darul Ulum Press, cet. II, 1998, hal. 111

[3] Ibid

[4] Mundiri, Loc. Cit.

[5] Syukriadi Sambas, Mantik (Kaidah Berpikir Islami), Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, cet. II, 1997, hal. 112

[6] Mundiri, Loc. Cit.

[7] Ibid., hal. 100

[8] Ibid., hal. 101

[9] www.cml.ui.ac.id

[10] bundaarik.multiply.com

[11] Ibid

[12] Mundiri, Op. Cit., hal. 106

[13] Ibid., hal. 107 106emis atau muqqI, 2008,

[14] Ibid., hal. 108-113

[15] Ibid., hal. 117

0/Post a Comment/Comments

Lebih baru Lebih lama