Islam dan Agnostisisme


Agnostisisme adalah suatu pandangan filosofis bahwa suatu nilai kebenaran dari suatu klaim tertentu -- umumnya yang berkaitan dengan theologi, metafisika, keberadaan Tuhan, dewa, dsb-- adalah tidak dapat diketahui dengan akal pikiran manusia yang terbatas. Seorang agnostik mengatakan bahwa adalah tidak mungkin untuk dapat mengetahui secara definitif pengetahuan tentang "Yang-Absolut"; atau , dapat dikatakan juga, bahwa walaupun perasaan secara subyektif dimungkinkan, namun secara obyektif pada dasarnya mereka tidak memiliki informasi yang dapat diverifikasi. Dalam kedua hal ini maka agnostikisme mengandung unsur skeptisisme.

Agnostisisme berasal dari perkataan Yunani gnostein (tahu) dan a (tidak). Arti harfiahnya "seseorang yang tidak mengetahui".

Agnostisisme tidak sinonim dengan ateisme.

menurut Bertrand Russel, pada saat bersamaan, orang agnostik mungkin mengatakan bahwa eksistensi Tuhan meskipun bukan tidak mungkin, sangat kecil kemungkinan adanya; ia mungkin menyatakan begitu kecil kemungkinan adanya Tuhan, maka Tuhan pada kenyataannya tidak cukup bermakna untuk dipakai sebagai bahan pertimbangan.

Sikapnya adalah mirip seperti filsuf yang teliti terhadap dewa-dewa Yunani Kuno. Apabila disuruh membuktikan bahwa Zeus dan Poseidon dan Hera dan dewa-dewi Olympia lainnya tidak ada, maka saya pasti kebingungan dalam memberikan argumen yang memadai. Orang agnostik akan berpendapat bahwa Tuhan sama kecil kemungkinan adanya dengan dewa-dewi Olympia.

Orang agnostik tidak menerima "otoritas" apapun sebagai mana halnya yang diterima oleh orang beragama. Dipercayai bahwa orang harus memikirkan sendiri masalah pedoman hidup. Tentu saja, ia akan mengambil keuntungan dari pengalaman orang lain, tetapi harus dipilihnya sendiri orang-orang yang dianggapnya bijak, dan sama sekali tidak akan menganggap bahwa apapun yang dikatakannya tak boleh dibantah.

Orang agnostik tidak begitu pasti sebagaimana yang diyakini umat beragama terhadap apa yang disebut baik dan buruk. Hukum mati demikian ditentang, dan lebih hati-hati mengenai tuduhan moral.

Kata "dosa" dianggap bukan sebagai ide yang ada gunanya. Tentu saja diakui bahwa sebagian macam tindakan adalah patut dan sebagian lagi tidak patut, tapi diyakini bahwa hukuman untuk tindakan yang tidak patut hanya diterapkan jika dimaksudkan untuk menghindari atau memperbaiki, bukan karena hukuman itu memang dianggap baik dan dengan pikiran bahwa orang jahat harus menderita. Kepercayaan inilah yang ada dalam hukuman balas dendam sehingga orang menerima ide neraka. Ini adalah bagian merugikan yang telah diakibatkan oleh adanya ide "dosa".

Pertanyaan mengenai apakah orang akan hidup setelah mati adalah pertanyaan mengenai bukti mana yang memungkinkan. Riset fisika dan spiritualisme dianggap oleh banyak orang dapat memberikan buktinya. Orang agnostik dengan demikian tidak mempunyai pandangan mengenai kelangsungan jiwa kecuali dianggapnya ada bukti yang serba sedikit-pun. Menurut pandangan mereka, dianggap tidak ada alasan memadai untuk mempercayai bahwa kita akan hidup lagi setelah mati, namun terbuka kemungkinan untuk percaya jika ada bukti yang memadai.

Surga atau neraka adalah hal lain lagi. Percaya pada adanya neraka terikat pada adanya kepercayaan bahwa hukuman pembalasan artas dosa adalah hal yang baik, sangat terpisah of dari tujuan pencegahan atau perbaikan yang mungkin dapat diberikan. Orang agnostik hampir tak percaya akan hal ini. Sehubungan dengan surga, barangkali ada bukti yang dapat diraba dengan eksistensinya melalui spiritualisme, namun kebanyakan orang-orang agnostik menganggap tidak ada bukti demikian, dan oleh karenanya tidak mempercayai adanya surga.


pada akhirnya paham ini menuju pada "tuhan ada atau tidak, apa pentingnya ?"

tuhan tidak berkehendak kah?

 
wikipedia.

0/Post a Comment/Comments

Lebih baru Lebih lama