Membantah Fitnah Allah Muslim Seperti bentuk seorang pemuda yang berambut lebat, kedua kakinya berada di Khadhrah dan ia memakai sepasang sandal terbuat dari emas, dan di wajahnya terdapat kupu-kupu dari emas


Musuh-Musuh Islam tidak henti-hentinya mencoba memadamkan kebenaran Islam dengan berbagai cara, dengan fitnah, hujatan, dan bahkan mencaari-cari kesalahan Islam. dan inilah yang dilakukan oleh Kristen yakni menuduh Allah Islam seperti bentuk seorang pemuda yang berambut lebat, kedua kakinya berada di Khadhrah dan ia memakai sepasang sandal terbuat dari emas, dan di wajahnya terdapat kupu-kupu dari emas dengan mengutip hadits yang lemah, dan berbohong atas nama Ulama Islam telah menshahihkannya.

mari kita perhatikan nukilan mereka:





Wah, wah..... ternyata Allah SWT itu butuh sendal ya?

Abdullah ibnu Umar ibnu Khathab mengutus seseorang utk menemui Ibnu Abbas menanyainya, apakah Muhammad melihat tuhannya ?
Maka Abdullah ibnu Abbas mengutus seseorang pdnya utk menjawab : Ya ,benar Ia melihatnya. Ibnu Umar meminta pesuruhnya kembali pd Ibnu Abbas utk menanyakan bgmana ia melihatNya ? Ibnu Abbas menjawab melalui utusannya itu : "dia melihatNya berada di sebuah taman hijau,di bawahNya terdapat hamparan permadani emas,Dia duduk di kursi emas yg dipikul empat malaikat berupa laki2,malaikat berupa banteng,malaikat berupa elang dan malaikat berupa singa."

Dalam sebuah hadis dari Ummu Thufail yang dishahihkan oleh Ibnu Taimiyah, adz Dzahabi, Ibnu Abdil Wahhab, Binn Bâz dan Syeikh Nashiruddîn al Albani;dalam cacatannya atas kitab Sunnah karya Ibnu Abi ‘Ashim, dengan nomer 471 dengan menghadirkan riwayat-riwayat lain Hadis serupa juga mereka riwayatkan dari Ikrimah al barbari dari Ibnu Abbas.

“Ummu Thufai, istri Ubay ibn Ka’ab berkata, ‘Aku mendengar Rasulullah .menyebut bahwa ia:

Aku menyaksikan Tuhannya dalam mimpi dalam bentuk seorang pemuda yang berambut lebat, kedua kakinya berada di Khadhrah dan ia memakai sepasang sandal terbuat dari emas, dan di wajahnya terdapat kupu-kupu dari emas..” (HR. ath Thabari daalam Mu’jam al kabir,25/143, al Baihaqi dalam Asmâ’ wa ash Shifât:446-447 dan Siyar A’lam an Nubala’10/113-114) Tentang hadis di atas, Syaikh Al Albani dalam kitabnya Zhilal Al Jannah Fi Takhrij As Sunnah Ibnu Abi Ashim hadis no 47 ia berkata
”Ini hadis shahih dengan bantuan hadis sebelumnya."




CEKIDOOOTTTT !!!



 Inilah yang mereka tulis di Facebook, sebuah halaman yang mengatas namakan Islam padahal page atau halaman tersebut adalah milik kristen yang isinya menghujat dan menfitnah Islam.
mari kita bahas hadits tersebut diatas:


Takhrij Hadis Ummu Thufail

عن أم الطفيل امرأة أبي بن كعب قالت سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول : ( رأيت ربي في المنام في صورة شاب موقر في خضر عليه نعلان من ذهب وعلى وجهه فراش من ذهب)

Dari Ummu Thufail Istri Ubay bin Ka’ab, ia berkata “Aku mendengar Rasulullah SAW berkata “Aku melihat Rabbku di dalam mimpi dalam bentuk pemuda berambut lembat dengan pakaian hijau memakai sandal dari emas dan berada di atas tempat tidur dari emas”.
Hadis riwayat Ath Thabrani dalam Mu’jam Al Kabir 25/143 no 346, Asmaa’ Was Shifaat Baihaqi hadis no 922, Al Khatib dalam Tarikh Baghdad 15/426, Daruquthni dalam Ar Ru’yah no 231 dan 232, Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq 62/161, Abu Ya’la dalam Ibthaalut At Ta’wiilat no 130, 131 dan 132, Ibnu Jauzi dalam Al ‘Ilal Al Mutanahiyah no 9 dan Al Maudhu’at 1/125. Semuanya dengan jalan Ibnu Wahb dari Amru bin Al Harits dari Sa’id bin Abi Hilal dari Marwan bin Utsman dari Umaarah bin Amir bin Hazm Al Anshari dari Ummu Thufail.
Hadis ini sanadnya dhaif jiddan dan dengan matan yang mungkar maka tidak diragukan kalau hadis ini maudhu’ (palsu). Hadis ini mengandung illat
  • Marwan bin Utsman, dia seorang yang dhaif sebagaimana disebutkan Abu Hatim dalam Al Jarh Wat Ta’dil 8/272 no 1244. Dalam Muntakhab Min Illal Al Khallal no 183 dan Ibthaalut Ta’wiilaat Abu Ya’la no 137 disebutkan kalauAhmad bin Hanbal menyatakan Marwan bin Utsman majhul. Ibnu Hajar dalam At Taqrib 2/171 menyatakan ia dhaif sedangkan dalam Al Ishabah8/246 no 12116 biografi Ummu Thufail ia menyatakan Marwan bin Utsman matruk.
  • Umaarah bin Amir, dia adalah perawi yang majhul. Dalam Muntakhab Min Illal Al Khallal no 183 Ahmad bin Hanbal menyatakan “ia tidak dikenal”. Al Bukhari dalam Tarikh As Shaghir juz 1 no 1419 juga berkata “Umaarah tidak dikenal”.Adz Dzahabi dalam Mughni Adh Dhu’afa no 4404 juga berkata “tidak dikenal”.
  • Inqitha’ (sanadnya terputus) Umaarah dari Ummu Thufail. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Bukhari dalam Tarikh As Shaghir juz 1 no 1419 dan Tarikh Al Kabir juz 6 no 3111 bahwa Umaarah tidak diketahui mendengar dari Ummu Thufail. Ibnu Hibban memasukkan Umaarah dalam kitabnya Ats Tsiqat juz 5 no 4682 dan menyatakan bahwa Ia tidak mendengar dari Ummu Thufail. Penyebutannya dalam kitab Ats Tsiqat tidak bisa dijadikan hujjah sebagai penta’dilan karena Umaarah telah dinyatakan majhul oleh Ahmad bin Hanbal dan Al Bukhari.
Cacat lain adalah pada sebagian sanadnya [Ibnu Jauzi, Ibnu Asakir dan Al Khatib]juga diriwayatkan oleh Nuaim bin Hammad dari Ibnu Wahb, dia walaupun dita’dilkan oleh sebagian orang tetapi ia juga dinyatakan dhaif oleh An Nasa’i [Ad Dhu’afa Wal Matrukin no 617], Abu Fath Al Azdi dan Ibnu Ady menuduhnya sebagai pemalsu hadis[At Tahdzib juz 10 n0 833]. Ibnu Hajar dalam At Taqrib menyebutnya shaduq yukhti’u tetapi dikoreksi dalam Tahrir At Taqrib no 7166 bahwa ia seorang yang dhaif. Kendati demikian Nuaim bin Hammad tidaklah menyendiri meriwayatkan hadis ini dari Ibnu Wahb. Bersamanya ada Ahmad bin Shalih Al Mishri [Ath Thabrani], Ahmad bin Abdurrahman bin Wahb, Ahmad bin Isa [Baihaqi], dan Yahya bin Sulaiman [Ath Thabrani]. Oleh karena itu pendapat yang benar adalah hadis tersebut maudhu’ karena illat yang telah kami sebutkan.
Hadis ini tidak diragukan lagi adalah hadis maudhu’ sebagaimana yang telah dikatakan oleh para ulama diantaranya Ibnu Jauzi dalam kitabnya Al Maudhu’at 1/125. Ahmad bin Hanbal mengatakan hadis tersebut mungkar dalam Muntakhab Min Illal Al Khallal no 183 dan Ibthaalut Ta’wiilaat Abu Ya’la no 137. Ibnu Hibban dalam Ats Tsiqat juz 5 no 4682 juga mengakui kalau hadis tersebut mungkar. Begitu pula yang dikatakan Bukhari dalam Tarikh Al kabir juz 5 no 4682. Bashar Awad Ma’ruf pentahqiq kitab Tarikh Baghdad 15/426 juga menyatakan hadis tersebut maudhu’.Bahkan Syaikh Al Albani dalam Silsilah Ahadits Adh Dhaifah no 6371 menyatakan hadis tersebut maudhu’ma. Jadi hadis tersebut bukan sekedar dhaif tetapi memang maudhu’.

kemduian soal tuduhan mereka terhadap Syaikh al-bani yang mengatakan hadits ini shahih mari kita luruskan:

Syaikh Al Albani dalam kitabnya Zhilal Al Jannah Fi Takhrij As Sunnah Ibnu Abi Ashim hadis no 47 ia berkata
”Ini hadis shahih dengan bantuan hadis sebelumnya."





mari ktia kutip secara lengkap apa yang Syaikh Al-Bani Katakan:

Al-Imam Ibnu Abi ‘Aashim membawakan riwayat dalam kitab As-Sunnah(melalui Dhilaalul-Jannah oleh Asy-Syaikh Al-Albani, hal. 205 no. 471) sebagai berikut :
471 - ( صحيح لغيره )
ثنا اسماعيل بن عبدالله ثنا نعيم بن حماد ويحيى بن سليمان قالا حدثنا عبدالله بن وهب عن عمرو بن الحارث عن سعيد بن أبي هلال حدثه أن مروان بن عثمان حدثه عن عمارة بن عامر عن أم الطفيل امرأة أبي بن كعب قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول
رأيت ربي في المنام في أحسن صورة وذكر كلاما
“471 – (Shahih lighairihi)
Telah menceritakan kepada kami Ismaa’iil bin ‘Abdillah : Telah menceritakan kepada kami Nu’aim bin Hammaad dan Yahya bin Sulaimaan, mereka berdua berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Wahb, dari ‘Amr bin Al-Haarits, dari Sa’iid bin Abi Hilaal telah menceritakannya : Bahwasannya Marwaan bin ‘Utsmaan telah menceritakannya, dari ‘Umaarah bin ‘Aamir, dari Ummu Ath-Thufail istri Ubay bin Ka’b, ia berkata : Aku mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Aku telah melihat Rabb-ku dalam mimpiku dalam wujud/bentuk yang paling baik” dan kemudian beliau menyebutkan satu perkataan [selesai].
Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah kemudian memberikan komentar atas hadits tersebut sebagai berikut :
حديث صحيح بما قبله وإسناده ضعيف مظلم عمارة بن عامر أورده ابن أبي حاتم من هذه الرواية ولم يذكر فيه جرحا ولا تعديلا
ومروان بن عثمان هو ابن أبي سعيد بن المعلى الأنصاري الزرقي ضعيف كما في التقريب وذكر المزي في التهذيب أنه روى عن أم الطفيل امرأة أبي بن كعب فتعقبه تهذيبه بقوله
وفيه نظر فإن روايته إنما هي عن عمارة بن عمرو بن حزم عن أم الطفيل امرأة ابي في الرؤية وهو متن منكر
كذا قال ابن عمرو بن حزم وإنما هو ابن عامر كما تراه في الكتاب وكذلك هو عند ابن أبي حاتم كما سبقت الإشارة إليه
Hadits shahih dengan penguat hadits-hadits sebelumnya; sanadnyadla’if lagi gelap. Mengenai ‘Umaarah bin ‘Aamir, Ibnu Abi Haatim membawakan riwayat ini tanpa menyebutkan di dalamnya celaan (jarh) ataupun pujian (ta’dil).
Marwaan bin ‘Utsmaan, ia adalah Ibnu Abi Sa’iid bin Al-Ma’alliy Al-Anshariy Az-Zarqiy, seorang perawi dla’if, sebagaimana terdapat dalamAt-Taqriib. Al-Mizziiy menyebutkannya dalam At-Tahdziib bahwasannya ia meriwayatkan dari Ummu Ath-Thufail istri Ubay bin Ka’b. Atas perkataan ini Ibnu Hajar memberikan kritikan dalam Tahdziibut-Tahdziib: “Pada perkataannya tersebut ada yang perlu diperhatikan. Sesungguhnya riwayat Marwaan berasal dari ‘Umaarah bin ‘Amr bin Hazm, dari Ummu Ath-Thufail, istri Ubay bin Ka’b dalam hadits ru’yah, dan ia adalah matan yang munkar”.
Begitulah, ia mengatakan : Ibnu ‘Amr bin Hazm, yang benar adalah Ibnu ‘Aamir, seperti yang Anda lihat dalam kitab. Begitu pula ia di sisi Ibnu Abi Haatim sebagaimana telah lalu penunjukkannya atasnya”.
[selesai perkataan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah]
Hadits yang dibawakan Al-Imam Ibnu Abi ‘Aashim rahimahullah ini sebenarnya satu riwayat dengan riwayat yang menjadi bahasan kita, dimana sanad keduanya bertemu pada ‘Abdullah bin Wahb (Ibnu Wahb). Ibnu Abi ‘Aashim membawakan secara ringkas dengan perkataannya :“wa dzakara kalaaman. Maksud “wa dzakara kalaaman” di sini adalah lafadh :
في صورة شباب موفر في خضر على فراش من ذهب في رجليه نعلان من ذهب
“dalam wujud seorang pemuda berambut lebat yang memakai pakaian berwarna hijau di atas tempat tidur yang terbuat dari emas, pada kedua kaki-Nya memakai sandal yang terbuat dari emas”.
Kembali kepada Asy-Syaikh Al-Albani,…… untuk memahami perkataan beliau bahwa riwayat yang dibawakan oleh Ibnu Abi ‘Aashim dalam As-Sunnah (no. 471) menjadi kuat atas hadits-hadits yang disebutkan sebelumnya, tentu saja kita harus melihat beberapa hadits yang dianggap menguatkan tersebut. Tujuannya adalah untuk menentukan :Apakah riwayat shahih (li-ghairihi) yang dimaksudkan itu sebatas kalimat : “Aku telah melihat Rabb-ku dalam mimpiku dalam wujud/bentuk yang paling baik” ; ataukah dengan lafadh lengkap sebagaimana disebutkan di awal perbincangan ?
Akan saya sebut hadits-hadits tersebut secara ringkas [tanpa menuliskan komentar Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah untuk masing-masing hadits – dan silakan memperhatikan kalimat yang saya cetak tebal] :
465 - ( حسن )
ثنا أبو بكر بن أبي شيبة ثنا يحيى بن أبي بكير ثنا إبراهيم ابن طهمان ثنا سماك بن حرب عن جابر بن سمرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم
إن الله تعالى تجلى لي في أحسن صورة فسألني فيما يختصم الملأ الأعلى قال قلت ربي لا أعلم به قال فوضع يده بين كتفي حتى وجدت بردها بين ثديي أو وضعهما بين ثديي حتى وجدت بردها بين كتفي فما سألني عن شيء إلا علمته
465 – (Hasan)
Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin Abi Syaibah : Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Bakiir : Telah menceritakan kepada kami Ibrahim bin Thahmaan : Telah menceritakan kepada kami Sammaak bin Harb, dari Jaabir bin Samurah, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam Sesungguhnya Allah ta’ala menampakkan diri kepadaku dalam sebaik-baik bentuk. Maka Dia bertanya kepadaku : ‘Apakah yang diperbantahkan oleh Al-Malaul-A’la (para malaikat) ?’ Aku berkata : “Wahai Rabb-ku, aku tidak mengetahuinya’. Maka Dia meletakkan tangan-Nya di antara dua pundakku hingga aku merasakan dinginnya di antara dua dadaku’. Atau :Dia meletakkan dua tangan-Nya di antara dua dadaku hingga aku merasakan dinginnya di antara dua pundakku. Tidaklah Dia bertanya kepadaku tentang sesuatu kecuali aku mengetahuinya”.
466 - ( صحيح لغيره )
ثنا يوسف بن موسى ثنا جرير عن ليث عن ابن سابط عن أبي أمامة عن النبي صلى الله عليه وسلم قال
تراءى لي ربي في أحسن الصورة ثم ذكر الحديث
466 – (Shahih li-ghairihi)
Telah menceritakan kepada kami Yusuf bin Musa : Telah menceritakan kepada kami Jariir, dari Laits, dari Ibnu Saabith, dari Abu Umaamah, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda : Rabb-ku memperlihatkan diri kepadaku dalam sebaik-baik bentuk. Kemudian beliau menyebutkan hadits.
467 - ( صحيح )
حدثنا هشام بن عمار ثنا الوليد بن مسلم وصدقة قالا ثنا ابن جابر قال مر بنا خالد بن اللجلاج فدعاه مكحول فقال له يا أبا ابراهيم حدثنا حديث عبد الرحمن بن عائش قال سمعت عبد الرحمن بن عائش يقول قال رسول الله صلى الله عليه وسلم 
رأيت ربي في أحسن الصورة
467 – (Shahih)
Telah menceritakan kepada kami Hisyaam bin ‘Ammaar : Telah menceritakan kepada kami Al-Waliid bin Muslim dan Shadaqah, mereka berdua berkata : Telah menceritakan kepada kami Ibnu Jaabir, ia berkata : Khaalid bin Al-Lajlaaj pernah pergi bersama kami, lalu Mak-huul memanggilnya dan berkata kepadanya : “Wahai Abu Ibrahim, ceritakanlah kepada kami hadits ‘Abdurrahman bin ‘Aaisy”. Ia (Khaalid bin Al-Lajlaaj) berkata : “Aku mendengar ‘Abdurrahman bin ‘Aaisy berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam :Aku melihat Rabb-ku dalam sebaik-baik bentuk.
468 - ( صحيح لغيره )
ثنا يحيى بن عثمان بن كثير ثنا زيد بن يحيى ثنا ابن ثوبان ثنا أبي عن مكحول وابن أبي زكريا عن ابن عائش الحضرمي قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم
أتاني ربي الليلة في أحسن صورة
468 – (Shahih li-ghairihi).
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin ‘Utsmaan bin Katsiir : Telah menceritakan kepada kami Zaid bin Yahya : Telah menceritakan kepada kami Ibnu Tsaubaan : Telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Mak-huul dan Ibnu Abi Zakariyya, dari Ibnu ‘Aaisy Al-Hadlramiy, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam :Rabb-ku pernah mendatangiku pada satu malam dalam sebaik-baik bentuk.
468 - ( صحيح لغيره )
ثنا يحيى بن عثمان بن كثير ثنا زيد بن يحيى ثنا ابن ثوبان ثنا أبي عن مكحول وابن أبي زكريا عن ابن عائش الحضرمي قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم
أتاني ربي الليلة في أحسن صورة
468 – (Shahih li-ghairihi).
Telah menceritakan kepada kami Yahya bin ‘Utsmaan bin Katsiir : Telah menceritakan kepada kami Zaid bin Yahya : Telah menceritakan kepada kami Ibnu Tsaubaan : Telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Mak-huul dan Ibnu Abi Zakariyya, dari Ibnu ‘Aaisy Al-Hadlramiy, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam :Rabb-ku pernah mendatangiku pada satu malam dalam sebaik-baik bentuk.
469 - ( صحيح )
ثنا أبو موسى ثنا معاذ بن هشام ثنا أبي عن قتادة عن أبي كلابة عن خالد بن اللجلاج عن ابن عباس قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم 
رأيت ربي عز وجل في أحسن صورة
469 – (Shahih)
Telah menceritakan kepada kami Musa : Telah menceritakan kepada kami Mu’aadz bin Hisyam : Telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Qataadah, dari Abu Kilaabah, dari Khaalid bin Al-Lajlaaj, dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam Aku pernah melihat Rabb-ku ‘azza wa jalla dalam sebaik-baik bentuk.
470 - ( صحيح بشواهده )
ثنا عبيد الله بن فضالة ثنا عبدالله بن صالح ثنا معاوية بن صالح عن أبي يحيى عن أبي يزيد عن أبي سلام الأسود عن ثوبان قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم
إن ربي أتاني الليلة في أحسن صورة وفي هذه الأخبار ووضع يده بين كتفي
470 – (Shahih bi-syawaahidihi)
Telah menceritakan kepada kami ‘Ubaidullah bin Fudlaalah : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Shaalih : Telah menceritakan kepada kami Mu’awiyyah bin Shaalih, dari Abu Yahya, dari Abu Yaziid, dari Abu Salaam Al-Aswad, dari Tsaubaan, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam Sesungguhnya Rabb-ku pernah mendatangiku di satu malam dalam sebaik-baik bentuk. Dalam khabar ini disebutkan : “Dan Dia meletakkan tangan-Nya di antara dua pundakku”.
[selesai nukilan dari As-Sunnah/Dhilaalul-Jannah].
Saya tambahkan : Lafadh : “Aku telah melihat Rabb-ku dalam mimpiku dalam wujud/bentuk yang paling baik” juga dikuatkan oleh hadits :
عن معاذ رضي الله عنه قال: احتبس علينا رسول الله صلى الله عليه وسلم ذات غداة من صلاة الصبح حتى كدنا نتراءى قرن الشمس فخرج صلى الله عليه وسلم سريعاً فثوب بالصلاة فصلى وتجوز في صلاته فلما سلم قال صلى الله عليه وسلم: «كما أنتم» ثم أقبل إلينا فقال: «إني قمت من الليل فصليت ما قدر لي فنعست في صلاتي حتى استيقظت فإذا أنا بربي عز وجل في أحسن صورة فقال: يا محمد أتدري فيم يختصم الملأ الأعلى, قلت لا أدري يا رب ـ أعادها ثلاثاً ـ فرأيته وضع كفه بين كتفي حتى وجدت برد أنامله بين صدري فتجلى لي كل شيء وعرفت فقال: يا محمد فيم يختصم الملأ الأعلى ؟ قلت: في الكفارات. قال: وما الكفارات ؟ قلت: نقل الأقدام في الجماعات والجلوس في المساجد بعد الصلوات وإسباغ الوضوء عند الكريهات. قال: وما الدرجات ؟ قلت: إطعام الطعام ولين الكلام والصلاة والناس نيام, قال: سل, قلت: اللهم إني أسألك فعل الخيرات وترك المنكرات وحب المساكين وأن تغفر لي وترحمني, وإذا أردت فتنة بقوم فتوفني غير مفتون, وأسألك حبك وحب من يحبك وحب عمل يقربني إلى حبك ـ وقال رسول الله صلى الله عليه وسلم ـ إنها حق فادرسوها وتعلموها»
Dari Mu’adz radliyallaahu ‘anhu, ia berkata : “Suatu pagi Rasulullahshallallaahu ‘alaihi wa sallam tertahan melakukan shalat Shubuh, hingga kami hampir-hampir melihat munculnya matahari. Kemudian beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam keluar dengan segera lalu mengerjakan shalat sunnah, kemudian melakukan shalat Shubuh, dan beliau melakukan seperlunya dalam shalat. Ketika selesai salam, beliaushallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata : “Bagaimana keadaan kalian ?”. Lalu beliau menghadap kami dan bersabda : “Sesungguhnya semalam aku bangun dan melakukan shalat sesuai kemampuanku, lalu aku mengantuk dalam shalatku, hingga akhirnya aku terbangun (dalam mimpi). Tiba-tiba aku berjumpa Rabb-ku dalam sebaik-baik bentuk, lalu Dia berfirman : ‘Wahai Muhammad, apakah engkau tahu tentang apa yang diperbantahkan oleh Al-Malaul-A’laa ?’. Aku menjawab : ‘Aku tidak tahu, wahai Rabb-ku’. Beliau mengulanginya sebanyak tiga kali.Lalu aku melihat Dia meletakkan telapak tangan-Nya di antara dua pundakku, hingga aku merasakan dinginnya jari-jemari-Nya di antara dadaku. Lalu tampaklah bagiku segala sesuatu dan aku mengenalnya. Lalu Dia berfirman : ‘Ya Muhammad, tentang apakah yang diperbantahkan oleh Al-Malaul-A’laa ?’. Aku menjawab : ‘Tentang kaffaaraat. Dia bertanya : ‘Apakah kaffaaraat itu ?’. Aku menjawab : ‘Melangkahkan kaki untuk berjama’ah, duduk di dalam masjid setelah shalat, dan menyempurnakan wudlu pada seluruh anggota badan (yang perlu dibasuh)’. Dia bertanya : Apakah derajat itu ?’. Aku menjawab : ‘Memberi makanan, kata-kata halus, dan melakukan shalat di saat manusia tidur’. Dia berfirman : ‘Mintalah !’. Aku berkata : ‘Ya Allah, sesungguhnya aku meminta kepada-Mu untuk dapat melakukan berbagai kebaikan, meninggalkan berbagai kemunkaran, mencintai orang-orang miskin, dan agar Engkau mengampuni serta merahmatiku. Dan jika Engkau menghendaki fitnah pada satu kaum, maka wafatkanlah aku tanpa terkena fitnah. Aku meminta kepada-Mu kecintaan-Mu, kecintaan orang yang mencintai-Mu, dan kecintaan kepada amal yang mendekatkanku kepada kecintaan-Mu’. Lalu Rasulullah shallallaahu ‘alahi wa sallam bersabda : ‘Sesungguhnya hal itu adalah kebenaran, maka pelajarilah dan kuasailah” [HR. Ahmad 5/243. Diriwayatkan pula oleh At-Tirmidzi dalam Tafsiir Al-Qu’aan, Baab : Wa min Suurah Qaafno. 3235 dari Muhammad bin Basyaar, dari Mu’adz bin Haani’, dari Jahdlam].
Tentang hadits di atas, Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata :
فهو حديث المنام المشهور, ومن جعله يقظة فقد غلط وهو في السنن من طرق, وهذا الحديث بعينه قد رواه الترمذي من حديث جهضم بن عبد الله اليمامي به, وقال حسن صحيح.
“Ini adalah hadits mimpi yang masyhur. Barangsiapa yang menjadikannya dalam keadaan sadar, maka ia telah keliru. Hadits ini terdapat di adalam kitab-kitab Sunan dan beberapa jalan/jalur. Hadits ini sendiri diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari hadits Jahdlam bin ‘Abdillah Al-Yamaamiy, dan ia (At-Tirmidzi) berkata : Hasan shahih” [Tafsir Ibnu Katsir, 12/106-107].
Sekali lagi, perhatikan dengan seksama kalimat yang saya cetak tebal.
Jika Asy-Syaikh Al-Albani berkomentar tentang hadits no. 471 dengan perkataannya : “Hadits shahih dengan penguat hadits-hadits sebelumnya” ; lantas…. apa makna tashhih beliau ini ? Tidak diragukan lagi bahwa yang beliau maksud shahih dengan penguatnya adalahsebatas lafadh yang dibawakan oleh Al-Imam Ibnu Abi ‘Aashim :
رأيت ربي في المنام في أحسن صورة
“Aku telah melihat Rabb-ku dalam mimpiku dalam wujud/bentuk yang paling baik”.
Beberapa hadits penguat yang diisyaratkan oleh Asy-Syaikh Al-Albanirahimahullah tersebut di atas adalah pada lafadh ini saja. Adalah kelirujika Abu Salafy menyangka tashhih beliau ini termasuk tambahan lafadh : “Dalam wujud seorang pemuda yang berambut lebat…… dst”.[1]
Tambahan lafadh sama sekali tidak ada penguatnya (syawaahid). Maka, tetaplah ia dalam ke-dla’if-annya, dan bahkan tambahan ini adalah tambahan yang munkar – sebagaimana ditegaskan oleh Al-Imam Ibnu Hibbaan dan yang lainnya.

inilah pandangan Syaikh Al-bani mengenai Hadits tersebut yang lafadz keriting diana lafatdz hadits tersebut yakni  Lafadh hadits yang menggunakan kata “keriting” diantaranya disebutkan oleh Ibnul-Jauzi dalam Al-‘Ilal:
عن عكرمة عن ابن عباس قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم :"رأيت ربي في أحسن صورة شاب أمرد جعد عليه حلة خضراء".
Dari Ibnu ‘Abbas ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Aku melihat Rabb-ku dalam sebaik-baik bentuk pemuda amrad (yang belum tumbuh bulu jenggot dan kumisnya), berambut keriting, dengan memakai pakaian/perhiasan berwarna hijau”[Al-‘Ilal Al-Mutanaahiyyah, 1/23].
Dan memang benar bahwa Abu Salafy telah berdusta saat Al-Imam Adz-Dzahabi rahimahullah berkata ketika menyebutkan hadits ‘Ikrimah dari Ibnu ‘Abbas :
أنبأنا عبدالرحمن بن محمد الفقيه، أخبرنا أبو الفتح المندائي، أخبرنا عبيدالله بن محمد بن أحمد، أخبرنا جدي أبو بكر البيهقي في كتاب " الصفات " له، أخبرنا أبو سعد الماليني، أخبرنا عبد الله بن عدي، أخبرني الحسن بن سفيان، حدثنا محمد بن رافع، حدثنا أسود بن عامر، حدثنا حماد بن سلمة، عن قتادة، عن عكرمة، عن ابن عباس، قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: " رأيت ربي - يعني في المنام -.." وذكر الحديث.
وهو بتمامه في تأليف البيهقي، 
وهو خبر منكر، نسأل الله السلامة في الدين، فلا هو على شرط البخاري ولا مسلم، وراوته وإن كانوا غير متهمين، فما هم بمعصومين من الخطأ والنسيان،
“Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Abdurrahman bin Muhammad Al-Faqiih : Telah mengkhabarkan kepada kami Abul-Fath Al-Mandaaiy : Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Ubaidullah bin Muhammad bin Ahmad : Telah mengkhabarkan kepada kami kakekku, Abu Bakr Al-Baihaqiy dalam kitabnya Ash-Shifaat : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Sa’d Al-Maaliniy : Telah ‘Abdullah bin ‘Adiy : Telah mengkhabarkan kepadaku Al-Hasan bin Sufyan : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Raafi’ : Telah menceritakan kepada kami Aswad bin ‘Aamir : Telah menceritakan kepada kami Hammaad bin Salamah, dari Qatadah, dari ‘Ikrimah, dari Ibnu ‘Abbas ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam “ ‘Aku melihat Rabb-ku – yaitu dalam mimpi – kemudian ia menyebutkan hadits tersebut.
Hadits itu selengkapnya ada dalam tulisan Al-Baihaqiy, dan ia adalahkhabar munkar. Kami memohon kepada Allah keselamatan dalam agama. Tidaklah hadits tersebut (shahih) memenuhi persyaratan Al-Bukhari maupun Muslim. Para perawinya, jika mereka tidak tertuduh (berdusta), maka tidaklah mereka terbebas dari kesalahan dan lupa (saat meriwayatkan)” [selesai – lihat Siyaru A’laamin-Nubalaa’, 10/113-114 – biografi Syadzaan].


Begitu pula dengan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah menegaskan kepalsuannya dalam kitab Adl-Dla’iifah :
6371 - ( رأيتُ ربي - وفي لفظٍ : رأى ربَّه تعالى - في المنام في أحسنِ صورةٍ ، شاباً موقَّراً ، رِجلاه في خُفٍّ ، عليه نعلانِ من ذهبٍ ، على وَجْهِهِ فراشٌ من ذهبٍ ).
موضوع .
أخرجه الخطيب في "التاريخ" (13 / 311) من طريق نعيم بن حماد : حدثنا ابن وهب : حدثنا عمرو بن الحارث عن سعيد بن أبي هلال عن مروان بن عثمان عن عمارة بن عامر عن أم الطفيل - امرأة أُبَيّ - أنها سمعت النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يذكر أنه رأى ربه ... الحديث .
“6371 – “Aku telah melihat Rabb-ku – dalam lafadh yang lain : “Beliau telah melihat Rabb-nya ta’ala – dalam mimpinya sebaik-baik bentuk : seorang pemuda terhormat, kedua kakinya memakai sandal yang terbuat dari emas, di atas wajah-Nya terdapat faraasy dari emas”.

Maudlu’ (palsu)
Dikeluarkan oleh Al-Kahthiib dalam At-Taariikh (13/311) dari jalan Nu’aim bin Hammad : Telah menceritakan kepada kami ‘Amru bin Al-Haarits, dari Sa’iid bin Abi Hilaal, dari Marwaan bin ‘Utmaan, dari ‘Umaarah bin ‘Aamir, dari Ummu Ath-Thufail – istri Ubay – bahwasannya ia pernah mendengar Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan diri beliau pernah melihat Rabb-nya….. (al-hadits)”
[lihat selengkapnya dalam Silsilah Adl-Dla’iifah 13/819-823 no. 6371].
Adapun mengenai Ibnu Taimiyyah, kalau boleh saya menduganya, Abu Salafy hanyalah taqlid dan meng-copy paste tulisan As-Saqqaaf yang banyak beredar di internet saat mencela Ibnu Taimiyyah rahimahullah. As-Saqqaaf telah salah paham (dan kemudian diikuti oleh Abu Salafy) terhadap perkataan Ibnu Taimiyyah dalam hal bahasan ru’yatullah fil-manaam (melihat Allah dalam mimpi), sehingga memberi kesimpulan bahwa Ibnu Taimiyyah berpendapat bahwa wujud Allah sebenarnya adalah seperti yang dilihat dalam mimpi. Pun dalam kasus hadits yang diperbincangkan ini.[2] Padahal Ibnu Taimiyyah rahimahullah telah berkata :
وإذا كان كذلك فالإنسان قد يرى ربه في المنام ويخاطبه فهذا حق في الرؤيا ولا يجوز أن يعتقد أن الله في نفسه مثل ما رأى في المنام فإن سائر ما يرى في المنام .....
“Jika yang terjadi seperti itu, maka seseorang yang melihat Rabb-nya dalam mimpi dan berbincang-bincang dengannya adalah benar dalamru’yah-nya. Namun tidak diperbolehkan untuk meyakini bahwasannya diri Allah (yang sebenarnya) itu seperti yang ia lihat dalam mimpi….” [lihat selengkapnya dalam Bayaan Talbiis Al-Jahmiyyah, 1/72-73].
Oleh karena itu, darimana Abu Salafy menyimpulkan bahwa tuhannya Ibnu Taimiyyah itu seperti yang dilihat dalam mimpi (dalam wujud seorang pemuda kriting berjambul) ? Ibnu Taimiyyah secara jelas mengingkari tasybih.
Adapun yang dikatakannya di atas adalah satu perwujudan totalitas at-tashdiiqu fii maa akhbar. Jika memang khabar itu shahih, maka harus diyakini dan dibenarkan.


-----------------------------


[1] Kecerobohan orang-orang Kristen adalah mengutip secara sepihak hadits tersebut yang diambil dari orang-orang yang membenci syaikh Al-Bani Rahimahullah tanpa melihat dan mengecek kebenarannya. sehingga dalam pengutipan terlihat dengan jelas bahwa pengutipan itu hanyalah sepotong-sepotong dan langsung mengklaim Asy-Syaikh Al-Bani telah menshahihkannya padahal sana sekali  tidak menampilkan lafadh hadits yang dibawakan dalam kitab Dhilaalul-Jannah. Ia hanya mengutip sepotong kalimat takhrij beliau yang kemudian ia ‘sambungkan’ dengan hadits Ummu Ath-Thufail dalam versi lafadh panjangnya. Ia hendak membuat satu tipuan bagi para Pembaca bahwa Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahmenshahihkan lafadh hadits tersebut dalam Dhilaalul-Jannah
[2] Mungkin diantara letak kesalahpahamannya adalah dari perkataan Syaikhul-Islaam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berikut :
وقوله‏:‏ ‏(‏أتاني البارحة ربي في أحسن صورة‏)‏ الحديث الذي رواه الترمذي وغيره، إنما كان بالمدينة في المنام، هكذا جاء مفسراً‏.‏
وكذلك حديث أم الطفيل وحديث ابن عباس وغيرهما ـ مما فيه رؤية ربه ـ إنما كان بالمدينة كما جاء مفسراً في الأحاديث،
Dan sabda beliau : ‘Kemarin Rabb-ku mendatangiku dalam sebaik-baik bentuk’ adalah hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dan yang lainnya. Ia hanya terjadi dalam mimpi saat beliau berada di Madinah. Inilah yang telah diterangkan. Begitu pula hadits Ummu Ath-Thufail, Ibnu ‘Abbas, dan yang lainnya – tentang ru’yah Nabi kepada Rabb-nya – hanyalah terjadi di Madinah sebagaimana diterangkan dalam banyak hadits” [Majmu’ Al-Fataawaa, 2/336].
وكذلك الحديث الذي رواه أهل العلم أنه قال رأيت ربي في صورة كذا وكذا يروي من طريق ابن عباس ومن طريق أم الطفيل وغيرهما وفيه أنه وضع يده بين كتفي حتى وجدت برد أنامله على صدري هذا الحديث لم يكن ليلة المعراج فإن هذا الحديث كان بالمدينة
“Begitu juga dengan hadits yang diriwayatkan oleh ahli ilmu bahwasannya beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda :‘Aku pernah melihat Rabb-ku dalam bentuk begini’; diriwayatkan dari jalan Ibnu ‘Abbas, Ummu Ath-Thufail, dan yang lainnya. Di dalamnya disebutkan : ‘Dia (Allah) meletakkan tangan-Nya di antara dua pundakku hingga aku merasakan dingin ujung-ujung jari-Nya di dadaku’. Hadits ini tidaklah terjadi pada malam Mi’raj. Namun ia terjadi saat beliau ada di Madinah” [Majmu’ Al-Fataawaa, 3/387].
Perkataan beliau di atas dianggap sebagai satu bentuk tashhiih yang sekaligus memberikan konsekuensi bahwa wujud Allah itu adalah seperti wujud yang dilihat dalam hadits Ummu Ath-Thufail sebagai seorang pemuda berambut lebat….dst (sebagaimana disebutkan di awal tulisan).
[3] Penetapan bahwa Allah bisa dilihat dalam mimpi merupakan pendapat yang shahih dari dua pendapat yang ada dari kalangan Ahlus-Sunnah. Al-Imam As-Safaariniy rahimahullah berkata :
وقد اختلف في رؤية الله تعالى مناماً ‏والحق جوازها وبالله التوفيق
“Para ulama telah berbeda pendapat tentang ru’yatullah (melihat Allah) ta’ala dalam mimpi. Yang benar, adalah pendapat yang memperbolehkannya (yaitu memungkinkan hal itu terjadi).Wabillaahit-taufiq” [Lawaami’ul-Anwaar Al-Bahiyyah, 2/285].
Diantara ulama Ahlus-Sunnah yang menetapkannya antara lain (saya nukil perkataan mereka secara ringkas) :
a. Al-Imam Sa’id bin ‘Utsman Ad-Daarimiy rahimahullah :
وإنما هذه الرؤية كانت في المنام ، وفي المنام يمكن رؤية الله تعالى على كل حال وفي كل صورة. روى معاذ بن جبل عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال:" صليت ما شاء الله من الليل ثم وضعت جنبي، فأتاني ربي في أحسن صورة"
Ru’yah ini hanyalah terjadi dalam mimpi. Dan dalam mimpi, sangat memungkinkan untuk melihat Allah ta’ala dalam segala keadaan dan bentuk (yang baik). Mu’adz bin Jabal meriwayatkan dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, bahwasannya beliau bersabda : “Aku pernah shalat sesuai kesanggupanku pada satu malam, kemudian aku meletakkan lambungku (tidur). Lalu Rabb-ku mendatangiku dalam sebaik-baik bentuk” [Ar-Radd ‘ala Bisyr Al-Maarisiy, 2/738-739, tahqiq : Dr. Rasyiid Al-Alma’iy].
b. Al-Imam Al-Baghawiy rahimahullah :
رؤية الله في المنام جائزة ، قال معاذ عن النبي صلى الله عليه وسلم:" إني نعست فرأيت ربي"
Ru’yatullah (melihat Allah) dalam mimpi itu adalah boleh/memungkinkan. Telah berkata Mu’adz dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : ‘Sesungguhnya aku mengantuk, (kemudian) aku melihat Rabb-ku” [Syarhus-Sunnah, 12/227].
c. Al-Imam Ibnu Katsiir rahimahullah :
فهو حديث المنام المشهور, ومن جعله يقظة فقد غلط وهو في السنن من طرق, وهذا الحديث بعينه قد رواه الترمذي من حديث جهضم بن عبد الله اليمامي به, وقال حسن صحيح.
“Ini adalah hadits mimpi yang masyhur. Barangsiapa yang menjadikannya dalam keadaan sadar, maka ia telah keliru. Hadits ini terdapat di adalam kitab-kitab Sunan dan beberapa jalan/jalur. Hadits ini sendiri diriwayatkan oleh At-Tirmidzi dari hadits Jahdlam bin ‘Abdillah Al-Yamaamiy, dan ia (At-Tirmidzi) berkata : Hasan shahih” [Tafsir Ibnu Katsir, 12/106-107].
d. Al-Imam Ibnu Hajar rahimahullah :
جوز أهل التعبير رؤية الباري عز وجل في المنام مطلقا
“Ahli ta’bir (ahli tafsir mimpi) memperbolehkan ru’yah Al-Baariy(melihat Allah) ‘azza wa jalla dalam mimpi secara mutlak” [Fathul-Baariy, 12/387].
e. Dan lain-lain.

dari beberapa Sumber
keyword: menjawab membantah, jawaban, kekeliruan, fitnah Allah muslim, itu seperti pemuda berambut lebat, punya rambut,  Allah muslim pakai sendal, wajah Allah ada kupu-kupu dari emas, bantahan hadits, dll




Share

1/Post a Comment/Comments

  1. om kalo emg ada hadis asli yg blg "aku melihat rabbku dalam sebaik2 bentuk" ini sebaik2 bentuk kbp tdk dijelaskan bentuknya seperti apa? kan bisa dikatakan menjelma sng cahaya yg terang benderang atau seperti manusia atau seperti apa. jika hanya dikatakan sebaik2 bentuk tanpa ada kejelwake pasti bntuknya kaya apa ya bgmna kita tau kebenaran dibalik perwujudan nya?

    BalasHapus

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama