Semua bid’ah adalah sesat, semua kesesatan tempatnya di neraka! Kata yang biasa didengar dari mereka yang biasa disebut wahabi. Tapi kali ini kita mendengarnya dari Imam Abu Ja’far dan Abu Abdillah, dua imam syiah yang maksum.
Biasanya kita mendengar kata bid’ah itu dari mulut wahabi, dan kata bid’ah selalu membuat sebagian kita marah, sebagian kita marah saat mendengar kata bid’ah itu sesat, dan bid’ah itu tempatnya di neraka. Bahkan ada dari kita yant bilang bawa bid’ah itu ada lima hukumnya, ada yang wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram. Ucapan itu sering kita dengar, padahal kitab syiah sendiri meriwayatkan bahwa seluruh bid’ah adalah sesat. Dan kesesatan tempatnya adalah di neraka.
Dalam keyakinan sebagian kita, pembahasan masalah bid’ah membuat umat terpecah belah, karenanya tidak perlu dibahas. Padahal ucapan si wahabi tadi diambil dari hadits Nabi. Kita begitu mudah percaya pada mereka yang kita anggap figur, mengatakan bid’ah itu tidak adaada, dan sebagainya. Ternyata semua itu ada dalam hadits Nabi, semua itu tercantum dalam Al Kafi , kitab hadits syiah paling valid.
Dari Abu Ja’far Alaihissalam, katanya: Amirul Mukminin berkhotbah di depan manusia, mengatkan : wahai manusia, sesungguhnya awal mula dari fitnah adalah hawa nafsu yang diikuti, bid’ah-bid’ah yang menjadi hukum, menyelisihi kitab Allah, dan mengikuti manusia-manusia. Jika kebatilan nampak jelas, semua orang akan tahu, jika kebenaran nampak jelas, maka tidak akan ada perselisihan dan perbedaan pendapat, tetapi diambil sedikit dari ini dan sedikit dari itu, lalu dicampur bersama, maka di situlah setan menguasai pengikutnya, dan orang yang telah ditentukan Allah sebelumnya akan selamat.
Ushul Al Kafi, jilid 1, Bab Al Bida’ war ra’yu wal maqayis
Bid’ah adalah awal mula dari fitnah. Karena bid’ah mencampur adukkan antara yang benar dan yang batil. Akhirnya orang keliru mengidentifikasi. Yang benar dikira salah, dan yang salah dikira benar. Orang yang jahil tidak bisa membedakan. Karena memang sengaja dicampur sedemikian rupa, diberi bumbu kebenaran agar nampak sebagai kebenaran. Ini untuk menangkal orang yang menjelaskan kesesatan bid’ah itu.
Ali bin Abi Thalib, yang sering disebut syiah sebagai pintu ilmu, mengetahui bahaya bid’ah dari Sang Kota Ilmu, Nabi Muhammad SAAW, yang berwasiat pada umat tentang bahaya bid’ah. Sudah tentu Nabi memperingatkan umat akan bahaya bid’ah, karena bid’ah begitu berbahaya. Begitu juga Ali bin Abi Thalib, memperingatkan umat akan bahaya bid’ah.
Dari Ali bin Ibrahim, dari Ayahnya, dan Muhammad bin Ismail, dari Fadhl bin syadzan, dari Abu Ja’far dan Abu Abdillah mengatakan: setiap bid’ah adalah sesat, dan setiap kesesatan tempatnya adalah menuju neraka.
Ushul Al Kafi, jilid 1, Bab Al Bida’ war ra’yu wal maqayis
Setiap bid’ah adalah sesat, karena bid’ah menipu umat, menipu mereka yang berniat baik. Orang berniat baik bersungguh-sungguh ibadah, tapi ditipu oleh bid’ah. Bersungguh-sungguh beribadah dan meniti kebenaran harus disertai modal ilmu yang benar. Tanpa ilmu yang benar kita akan tertipu bid’ah. Kita kira bid’ah adalah jalan lurus, tapi malah berakhir di neraka
Abu Ja’far dan Abu Abdillah mengatakan: setiap bid’ah adalah sesat, dan setiap kesesatan tempatnya adalah menuju neraka.
Mereka yang berbuat bid’ah akhirnya akan sadar. Jika tidak sadar di dunia, pasti di akherat nanti akan sadar. Namun terlambat. Ketika dia menempuh jalan bid’ah, jalan yang ditempuhnya berakhir di depan pintu neraka.
Abu Ja’far dan Abu Abdillah mengatakan: setiap bid’ah adalah sesat, dan setiap kesesatan tempatnya adalah menuju neraka.
Mereka yang hatinya sudah mencintai bid’ah, sudah dipenuhi dengan bid’ah, Allah tidak akan membuka pintu tobat baginya. Inilah balasan setimpal bagi ahli bid’ah, orang yang mengikuti bid’ah, dan menyiar-nyiarkan bid’ah. Setimpal dengan kejahatan mereka, mengusir manusia dari jalan kebenaran dengan menyamarkan kebatilan menjadi kebenaran.
Dengan sanad ini, dari Muhammad bin Jumhur, menisbatkannya pada Rasulullah, Rasulullah bersabda: Allah tidak memberi tobat pada ahli bid’ah, ada yang bertanya: bagaimana bisa begitu wahai Rasulullah? Jawabnya: karena hatinya dirasuki dengan cinta akan bid’ah.
Ushul Al Kafi, jilid 1, Bab Al Bida’ war ra’yu wal maqayis
Seperti halnya Nabi dan Ali bin Abi Thalib, para imam syiah berwasiat agar kita menjauhi bid’ah.
Dari Yunus bin Abdurrahman, mengatakan : Aku bertanya pada Abul Hasan Al Awwal (Musa Al Kazhim) Alaihissalam : dengan apa aku mentauhidkan Allah? Beliau menjawab : wahai Yunus, jangan sampai engkau menjadi ahli bid’ah, siapa yang menggunakan akalnya (dalam memahami agama) akan celaka, siapa yang meninggalkan keluarga Nabi akan tersesat, siapa yang meninggalkan kitab Allah dan sabda NabiNya maka kafir.
Ushul Al Kafi, jilid 1, Bab Al Bida’ war ra’yu wal maqayis
Ketika kita melakukan satu bid’ah, pasti ada sunnah yang hilang, yang kita gantikan dengan bid’ah itu. Ini bisa kita lihat di dengan mata kita. Orang yang melakukan bid’ah, apalagi yang menjadi pencetus bid’ah, pasti meninggalkan ajaran sunnah. Orang yang melakukan bid’ah biasanya meninggalkan sunnah-sunnah Nabi. Karena bid’ah adalah menjadi lawan sunnah. Ketika bid’ah dilakukan, sunnah pun ditinggalkan.
Ali bin Abi Thalib mengatakan: setiap orang membuat satu bid’ah, pasti dia meninggalkan satu sunnah. Ushul Al Kafi, jilid 1, Bab Al Bida’ war ra’yu wal maqayis
Bid’ah yang dilakukan akan menduduki tempat dalam hati. Sampai akhirnya memenuhi hati manusia. Jika sudah begitu, tobat pun jadi susah.
Lalu apa sebenarnya definisi bid’ah? Ini penting diketahui, agar kita bisa menghindari.
Asy Syarif Al Murtadha, ulama syiah terkemuka, saudara kandung penyusun Nahjul Balaghah , As Syarif Ar Radhi, dalam Ar Rasa’il jilid 2 hal 264 mengatakan:
Bid’ah : menambah atau mengurangi ajaran agama, dengan mengatasnamakan ajaran agama.
Artinya, ajaran hasil modifikasi itu dianggap sebagai ajaran agama. Padahal ajaran agama yang sudah dimodifikasi sejatinya bukan ajaran agama, tapi ajaran hasil modifikasi. Ketika ajaran modifikasi dianggap sebagai ajaran agama, maka itulah bid’ah.
Sementara Ibnu Muthahhar Al Hilli, ulama syiah penulis kitab minhajul karamah, fi ma’rifatil imamah, dalam Al Mukhtalaf jilid 2 hal 131 mengatakan :
Adzan adalah ibadah yang harus diambil dari syareat, menambah adzan adalah bid’ah, sama seperti mengurangi, dan segala macam bid’ah hukumnya haram.
At Thuraihi, seorang ulama syiah, dalam kitabnya yang berjudul Majma’ul Bahrain jilid 1, kata bada’a
Bid’ah : penambahan dalam agama, yang tidak ada dasarnya dari Al Qur’an maupun sunnah.
Seorang pakar hadits syiah, Yusuf Al Bahrani, dalam kitabnya yang berjudul Al Hadaiq An Nadhirah jilid 10 hal 180 menyatakan:
Yang nampak jelas dari bid’ah, apalagi dalam masalah ibadah adalah haram, dengan dalil riwayat At Thusi dari Zurarah dan Muhammad bin Muslim dan Al Fudhail, dari As Shadiqain (2 imam) : ketahuilah, seluruh bid’ah adalah sesat, dan setiap kesesatan tempatnya di neraka
Al Muhaqqiq Al Asytayani dalam Bahrul Fawaid hal 80 mengatakan:
Bid’ah, memasukkan sesuatu yang bukan ajaran agama, ke dalam ajaran agama, dilakukan dengan keyakinan bahwa perbuatan itu termasuk ajaran agama.
Maka kita bertanya pada teman-teman syiah, apakah ajaran syiah memiliki dasar dari ajaran agama?
Jawabnya tidak. Karena literatur syiah tidak memiliki riwayat dari Nabi Muhammad SAAW, maka bisa kita katakan bahwa ajaran syiah bukanlah ajaran Nabi. Bisa saja syiah menjawab, bahwa syiah memang bukan ajaran Nabi, tapi ajaran ahlulbait Nabi. Tetapi bisa kita tanya kembali, apakah ajaran Nabi Muhammad sudah kadaluarsa setelah wafatnya?
Seperti telah dikutip di atas, Abu Hasan Al Awwal, yaitu imam Musa Al Kazhim, mengatakan, siapa yang meninggalkan kitab Allah dan sabda NabiNya maka kafir.
Bagaimana dengan Al Qur’an? Apakah syiah mau menerima Al Qur’an yang merupakan hasil periwayatan para sahabat yang di mata syiah adalah pengkhianat? Sementara perawi syiah sendiri tidak ada yang meriwayatkan Al Qur’an, seluruh jalur periwayatan Al Qur’an adalah melalui perawi sunni. Tidak ada satu pun yang syiah.
Ahlussunnah menolak periwayatan mereka yang menyimpang dan para pengkhianat.
Ketika tidak memiliki sandaran dari sunnah Nabi, maka bisa dikatakan ajaran syiah adalah bid’ah, yaitu ajaran yang tidak memiliki dasar dari Al Qur’an dan sunnah Nabi.
Misalnya, ajaran imamah. Tidak ada berita dari Al Qur’an ataupun sunnah Nabi mengenai kewajiban beriman pada 12 imam. Padahal syiah beranggapan bahwa imamah derajatnya sama dengan nubuwwah, yaitu kenabian. Al Qur’an menceritakan pada kita nama-nama para Nabi. Tetapi tidak ada nama imam tertulis dalam Al Qur’an, malah kita diperintah untuk berdoa agar menjadi imam. Lihat surat Al Furqan ayat 74.
Begitu juga ajaran pukul-pukul dada yang dilakukan syiah indonesia, memukul diri sendiri sampai terluka, yang dilakukan oleh syiah di luar sana, tidak ada dasarnya dari ajaran Nabi. Ketika Nabi dilanda duka karena ditinggal paman tercinta, Hamzah bin Abdul Muthalib, yang juga paman Ali, Nabi tidak pernah memukul dada, melukai diri sendiri karena berduka cita, untuk mengenang kehidupan Hamzah. Begitu juga Ali tidak pernah melakukan yang seperti itu.
Nabi Muhammad, juga Ali bin Abi Thalib, tidak pernah melakukan peringatan wafatnya Hamzah pada setiap tahun. Begitu juga Hasan dan Husein, tidak pernah memperingati wafatnya Ali, yang juga mati dibunuh.
Ini bukti bahwa ajaran syiah adalah ajaran bid’ah. Ajaran ini sudah merasuki jiwa para pemeluknya, apalagi para ustadznya. Mereka begitu getol mendakwahkan ajaran syiah, yagn jelas-jelas bid’ah. Seringkali mereka berhadapan dengan bukti-bukti kebenaran, melihat bukti-bukti kontradiksi pada mazhab syiah. Tapi karena sudah ketentuan Allah yang digariskan, bahwa Allah pintu tobat tak mudah terbuka bagi mereka yang hatinya sudah kerasukan bid’ah. Mereka pun sulit bertobat. Bahkan ada yang terang-terangan berbohong untuk membela mazhabnya, dan menutupi kebenaran. Contohnya adalah figur mereka yang sering dipanggil Imam Khomeini.
Meski demikian, Allah Maha Pemurah, dan Maha Pengampun bagi mereka yang ingin kembali pada kebenaran. Tidak sedikit penganut syiah yang mendapatkan anugerah, bisa kembali pada kebenaran dan ajaran ahlussunnah. Banyak dari mereka yang berstatus ulama.
Maka jangan kita heran jika ustadz syiah sulit bertobat, juga menjadi hiburan bagi kita, yang ingin menyampaikan hidayah pada penganut syiah. Jangan kita sedih dan putus asa karena syiah begitu keras kepala, karena pintu tobat sulit terbuka bagi mereka. Ini kata imam maksum mereka sendiri.
Posting Komentar