BERIMAN KEPADA SHIRAT (JEMBATAN DI ATAS NERAKA JAHANNAM)

Keyword: tafsir surat (Qs 19:71) (Qs Maryam/19: 71-72)., tafsir maksud ayat umat islam / muslim  pasti masuk neraka, kepastian isam masuk neraka, umat islam diselamatkan, shirat, mengimani shirat, jembatan yang terbentang di antara neraka dan surga, semua akan masuk neraka?

Telah menjadi kesepakatan antara Ahlus sunnah wal jama’ah dan ahli tauhid: yaitu beriman terhadap apa yang menimpa setelah kematian, dan apa yang terjadi pada hari kiamat, dan diantaranya adalah: beriman pada sirath.

Pengertian 

Secara bahasa: jalan yang terang, sebagaimana firman Allah:

اهدِنَــــا الصِّرَاطَ المُستَقِيمَ

“Tunjukilah kami jalan yang lurus”. (QS. al-Fatihah: 6) 

Dalam ayat ini ada tiga bacaan, diantaranya adalah:

(السراط) dengan memakai (س), ini adalah bacaan Qunbul dari Ibnu Katsir.

(الزراط)    dengan mamakai (ز), ini adalah bacaan Half dari Hamzah.

(الصراط)  dengan mamakai (ص), ini adalah bacaan sisa dari yang di atas.

Sedangkan menurut istilah adalah: Sebuah jembatan yang terbentang di atas punggung Neraka Jahannam sebagai satu-satunya jalan menuju jannah Allah.


Dalil dari Al-Qur’an

Allah berfirman:

وَإِنْ مِنْكُمْ إِلَّا وَارِدُهَا كَانَ عَلَى رَبِّكَ حَتْمًا مَقْضِيًّا , ثُمَّ نُنَجِّي الَّذِينَ اتَّقَوْا وَنَذَرُ الظَّالِمِينَ فِيهَا جِثِيًّا

“Dan tidak ada seorangpun dari padamu, melainkan mendatangi neraka itu. hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan. Kemudian kami akan menyelamatkan orang-orang yang bertakwa dan membiarkan orang-orang yang zalim di dalam neraka dalam keadaan berlutut.” (QS. Maryam: 71-72)

Dalam ayat ini ulama’ berbeda pendapat dalama mengartikan waurud, diantaranya adalah:
Maksud dari Wurud adalah memasukinya,

Ibnu Abbas mengakatakan bahwa wurud artinya masuk.

Ibnu Juraid berkata bahwa yang dimaksud wurud yang disebutkan Allah dalam al-Qur’an adalah memasukinya.

Ibnu Mas’ud juga mengatakan bahwa yang dimaksud dengan wurud adalah memasukinya.
Maksud dari wurud adalah melewatinya, Qotadah berkata maksud dari ayat “Dan tidak ada seorangpun dari padamu, melainkan mendatangi neraka itu” adalah Neraka jahannam yang mana manusia lewat atasnya.
Pendapat yang ketiga ini mengatakan bahwa yang dimaksud dengan wurud adalah memasukinya, maksudnya adalah orang kafir bukan orang mukmin.

Ikrimah mengatakan bahwa yang dimaksud firman Allah Dan tidak ada seorangpun dari padamu, melainkan mendatangi neraka itu” yaitu orang orang kafir.
Pendapat ini mengatakan bahwa yang dimaksud wurud adalah berlaku umum baik itu orang kafir maupun orang mukmin, hanya saja wurudnya orang Mukmin itu melewatinya dan wurudnya orang kafir itu memasukinya. Yang berpendapat seperti ini adalah Ibnu Zaid.

Dalam tafsir Ibnu Katsir, Abdurrahman bin Zaid bin Aslam berkata tentang ayat di atas, “Dan tidak seorangpun dari padamu, melainkan mendatangi neraka itu” kaum muslimin mendatangi, artinya melintasi jembatan di hadapannya. Sedangkan wurudnya (datangnya) orang-orang musyrik adalah memasukinya.[1]

Ibnu Juraij berkata tentang firman Allah yang berbunyi: “kemudian kami menyelamatkan orang-orang yang bertakwa” yaitu jika seluruh makhluk melintas di atas api neraka dan orang-orang kafir serta pelaku maksiat jatuh ke dalamnya, maka Allah menyelamatkan orang-orang yang beriman dan bertakwa sesuai amal-amal mereka. Melintas dan cepatnya mereka di atas SHIRAT tergantung amal-amal mereka yang dilaksanakan waktu di dunia.

Allah juga berfirman

يَوْمَ تَرَى الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ يَسْعَى نُورُهُمْ بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَبِأَيْمَانِهِمْ بُشْرَاكُمُ الْيَوْمَ جَنَّاتٌ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا ذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (12) يَوْمَ يَقُولُ الْمُنَافِقُونَ وَالْمُنَافِقَاتُ لِلَّذِينَ آَمَنُوا انْظُرُونَا نَقْتَبِسْ مِنْ نُورِكُمْ قِيلَ ارْجِعُوا وَرَاءَكُمْ فَالْتَمِسُوا نُورًا فَضُرِبَ بَيْنَهُمْ بِسُورٍ لَهُ بَابٌ بَاطِنُهُ فِيهِ الرَّحْمَةُ وَظَاهِرُهُ مِنْ قِبَلِهِ الْعَذَابُ

“(yaitu) pada hari ketika kamu melihat orang mukmin laki-laki dan perempuan, sedang cahaya mereka bersinar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, (Dikatakan kepada meraka): “Pada hari Ini ada berita gembira untukmu, (yaitu) syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, yang kamu kekal di dalamnya. Itulah keberuntungan yang besar”. Pada hari ketika orang-orang munafik laki-laki dan perempuan Berkata kepada orang-orang yang beriman: “Tunggulah kami supaya kami dapat mengambil sebahagian dari cahayamu”. dikatakan (kepada mereka): “Kembalilah kamu ke belakang dan carilah sendiri cahaya (untukmu)”. lalu diadakan di antara mereka dinding yang mempunyai pintu. di sebelah dalamnya ada rahmat dan di sebelah luarnya dari situ ada siksa.” (QS. Al-Hadid: 12-13)

Dalam tafsir Ibnu Katsir, Ibnu Mas’ud berkata mengenai firman Allah “sedang cahaya bersinar di hadapan mereka,” sesuai dengan amal perbuatan mereka, mereka akan berjalan melintasi jembatan. Di antara mereka ada yang cahayanya seperti gunung. Ada pula yang cahayanya seperti pohon kurma, dan ada pula yang cahayanya seperti seorang yang berdiri tegak. Dan yang paling gelap cahayanya adalah orang-orang yang cahayanya terdapat pada ibu jari mereka, terkadang bercahaya dan terkadang padam.[2]

Masih mengenai firman Allah yang berbunyi “sedang cahaya bersinar di hadapan mereka”  al-Hasan mengatakan: Yakni, di atas ash-Shirath.

Dalil dari as-Sunnah 

Rasulullah bersabda:

لَا يَمُوتُ لِأَحَدٍ مِنْ الْمُسْلِمِينَ ثَلَاثَةٌ مِنْ الْوَلَدِ فَتَمَسَّهُ النَّارُ إِلَّا تَحِلَّةَ الْقَسَمِ

“Tidaklah tiga anak milik salah seorang dari kaum Muslimin meninggal dunia, lalu ia tersentuh api neraka, kecuali sebatas melewatinya saja, yang Allah telah bersumpah siapapun akan melewatinya.” (HR. Muslim)

Rasulullah juga bersabda:

وَيُضْرَبُ الصِّرَاطُ بَيْنَ ظَهْرَيْ جَهَنَّمَ فَأَكُونُ أَنَا وَأُمَّتِي أَوَّلَ مَنْ يُجِيزُهَا وَلَا يَتَكَلَّمُ يَوْمَئِذٍ إِلَّا الرُّسُلُ وَدَعْوَى الرُّسُلِ يَوْمَئِذٍ اللَّهُمَّ سَلِّمْ سَلِّمْ وَفِي جَهَنَّمَ كَلَالِيبُ مِثْلُ شَوْكِ السَّعْدَانِ هَلْ رَأَيْتُمْ السَّعْدَانَ قَالُوا نَعَمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ فَإِنَّهَا مِثْلُ شَوْكِ السَّعْدَانِ غَيْرَ أَنَّهُ لَا يَعْلَمُ مَا قَدْرُ عِظَمِهَا إِلَّا اللَّهُ تَخْطَفُ النَّاسَ بِأَعْمَالِهِمْ فَمِنْهُمْ الْمُوبَقُ بَقِيَ بِعَمَلِهِ أَوْ الْمُوثَقُ بِعَمَلِهِ وَمِنْهُمْ الْمُخَرْدَلُ أَوْ الْمُجَازَى أَوْ نَحْوُهُ

“Titian (jembatan) lantas dipasang antara dua tepi jahanam dan aku dan umatkulah yang pertama-tama menyeberangimnya. Tak ada yang berani bicara ketika itu selain para rasul, sedang seruan para rasul ketika itu yang ada hanyalah ‘Allaahumma sallim sallim (Ya Allah, selamatkan kami. Ya Allah, selamatkan kami) ‘. Sedang di neraka jahannam terdapat besi-besi pengait seperti duri pohon berduri yang namanya Sa’dan. Bukankah kalian sudah tahu pohon berduri Sa’dan?” Para sahabat menjawab, “Benar, wahai Rasulullah.” Nabi meneruskan: “Sungguh pohon itu semisal pohon berduri Sa’dan, hanya tidak ada yang tahu kadar besarnya selain Allah semata. Pohon itu menculik siapa saja sesuai kadar amal mereka, ada diantara mereka yang celaka dengan sisa amalnya atau terikat dengan amalnya, diantara mereka ada yang binasa yang langgeng dengan amalnya atau terikat dengan amalnya, diantara mereka ada yang diseberangkan. Atau dengan redaksi semisal-.” (HR. Bukhari)

Rasulullah juga bersabda:

وَتُرْسَلُ الْأَمَانَةُ وَالرَّحِمُ فَتَقُومَانِ جَنَبَتَيْ الصِّرَاطِ يَمِينًا وَشِمَالًا فَيَمُرُّ أَوَّلُكُمْ كَالْبَرْقِ قَالَ قُلْتُ بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّي أَيُّ شَيْءٍ كَمَرِّ الْبَرْقِ قَالَ أَلَمْ تَرَوْا إِلَى الْبَرْقِ كَيْفَ يَمُرُّ وَيَرْجِعُ فِي طَرْفَةِ عَيْنٍ ثُمَّ كَمَرِّ الرِّيحِ ثُمَّ كَمَرِّ الطَّيْرِ وَشَدِّ الرِّجَالِ تَجْرِي بِهِمْ أَعْمَالُهُمْ وَنَبِيُّكُمْ قَائِمٌ عَلَى الصِّرَاطِ يَقُولُ رَبِّ سَلِّمْ سَلِّمْ حَتَّى تَعْجِزَ أَعْمَالُ الْعِبَادِ حَتَّى يَجِيءَ الرَّجُلُ فَلَا يَسْتَطِيعُ السَّيْرَ إِلَّا زَحْفًا قَالَ وَفِي حَافَتَيْ الصِّرَاطِ كَلَالِيبُ مُعَلَّقَةٌ مَأْمُورَةٌ بِأَخْذِ مَنْ أُمِرَتْ بِهِ فَمَخْدُوشٌ نَاجٍ وَمَكْدُوسٌ فِي النَّارِ وَالَّذِي نَفْسُ أَبِي هُرَيْرَةَ بِيَدِهِ إِنَّ قَعْرَ جَهَنَّمَ لَسَبْعُونَ خَرِيفًا

“kemudian diutuslah amanah dan silaturrahim hingga keduanya berdiri di kedua tepi shirath (jembatan), kanan dan kiri. Lalu orang yang paling cepat dari kalian saat melewati shirath adalah seperti kilat.” Aku (Abu Hurairah) berkata, ‘Ayah dan ibuku sebagai tebusanmu, secepat kilat bagaimana maksud tuan? ‘ Beliau menjawab, ‘Tidakkah kamu melihat bagaimana kilat itu berlalu dan kembali lagi dengan sekejap mata? ‘ Kemudian yang kedua secepat hembusan angin, lalu secepat burung terbang, lalu ada juga orang yang berlari dengan kencang di atasnya disebabkan oleh amal kebajikannya. Ketika itu Nabi kalian berdiri di dekat shirath, dan selalu mendoakan, “Wahai Rabbku, selamatkanlah dia, selamatkanlah dia”. Sampai pada hamba-hamba yang amalannya sangat sedikit, hingga ada seorang lelaki yang datang dan tidak dapat menapaki shirath itu kecuali dengan merangkak, sedang pada kedua sisinya terdapat rangkaian besi tajam yang tergantung dan akan mengambil setiap orang yang diperintahkan untuk diambil, hingga ada orang yang selamat tapi tubuhnya tercabik-cabik, dan ada pula orang yang akhirnya terlempar ke dalam api neraka. Dan Demi Dzat yang jiwa Abu Hurairah ada di tangan-Nya, sesungguhnya dasarnya neraka itu dapat dicapai dengan perjalanan tujuh puluh tahun lamanya”.


Perkataan Salaf

Imam Ahmad berkata: Kita beriman kepada Shirat, Mizan, Surga, Neraka, Hari Perhitungan, kami tidak menolak dan juga tidak ragu.

Abu Sa’id al-Khudry berkata, “Telah sampai hadits kepadaku yang menyatakan bahwa jembatan itu lebih lembut dari sehelai rambut dan lebih tajam dari pedang.


Sifat-sifat shirat

Dalam permasalahan ini ulama’ berbeda pendapat, diantaranya adalah:

Pendapat pertama: 
Licin dan menggelincirkan.
Lebih lembut dari sehelai rambut dan lebih tajam dari pedang.

Abu Sa’id al-Khudry berkata, “Telah sampai hadits kepadaku yang menyatakan bahwa jembatan itu lebih lembut dari sehelai rambut dan lebih tajam dari pedang”.

Ada yang mengatakan, jika demikian maka kita tidak akan bisa melewatinya.

Jawaban atas pernyataan ini bahwa perkara yang berkenaan dengan akhirat tidak bisa kita samakan dengan waktu kita di dunia, karena Allah itu Maha mampu atas segala sesuatu. Allah menjadikan sifat ini dengan beratnya melewatinya sebagaimana beratnya menempuh jalan yang lurus semenjak di dunia, karena Jannah itu dikelilingi dengan sesuatau yang tidak disenangi.

Pendapat yang kedua:

Kelompok yang mengatakan bahwa sifat shirat itu luas akan tetapi licin dan berduri seperti tumbuh tumbuhan akan tetapi tidak ada yang mengetahui besarnya kecuali Allah.[3]

Macam-macam orang yang mendatangi Shirat

Orang yang melewati shirat tersebut terbagi menjadi dua bagian, diantaranya adalah:

Pertama: orang kafir, mereka langsung dimasukkan ke Neraka. Sebagaimana firman Allah SWT:

يَقْدُمُ قَوْمَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَأَوْرَدَهُمُ النَّارَ وَبِئْسَ الْوِرْدُ الْمَوْرُودُ

“Ia berjalan di muka kaumnya di hari kiamat lalu memasukkan mereka ke dalam neraka. Neraka itu seburuk-buruk tempat yang didatangi”. (QS. Huud: 98) 

Kedua: orang Mukmin, mereka mendatangi sirat tersebut sesuai dengan amalan mereka. Dalam hal ini ada tiga bagian.
Mereka yang melewatinya tanpa ada rintangan.
Mereka yang awalnya celaka(bersusah payah), namun ia selamat darinya.
Mereka yang masuk ke Neraka kemudian ia selamat darinya.

Orang yang pertama dan terakhir melewati shirat[4]

Yang pertama melewati shirat (jembatan) dari kalangan umat-umat adalah umatnya Nabi Muhammad, dikarenakan kemuliaannya di hadapan Allah. Sebagaimana sabda Rasul yang berbunyi:

فيضرب الصراط بين ظهراني جهنم ، فأكون أول من يجوز من الرسل بأمته

“lalu dibentangkanlah Ash Shirath di atas neraka Jahannam. Dan akulah orang yang pertama berhasil melewatinya di antara para Rasul bersama ummatnya. (HR. Bukhari)

Dan orang yang pertama melewati shirat tersebut dari kalangan umat ini adalah Nabi Muhammad, sebagaiama sabda Nabi yang berbunyi:

والأنبياء بجنبتي الصراط، وأكثر قولهم: اللهم سلم سلم، فأكون أنا وأمتي أول من يمر، أو قال: أول من يجيز

Adapun orang yang pertama melewatinya setelah Nabi Muhammad adalah mereka orang yang fakir dari kalangan Muhajirin, sebagaimana sabda Rasul:

عن ثوبان ( مولى رسول الله ( أن حبرا من أحبار اليهود سأل النبي ( عدة أسئلة كان منها قوله: أين يكون الناس يوم تبدل الأرض غير الأرض والسموات؟ فقال رسول الله (: (هم في الظلمة دون الجسر)، قال: فمن أول الناس إجازة؟ قال: (فقراء المهاجرين

Adapun orang yang terakhir melewatinya adalah

Sebagaimana sabda rasul:

عن عبد الله بن مسعود ( أن رسول الله ( قال: (آخر من يدخل الجنة رجل يمشي على الصراط، فهو يمشي مرة ويكبو مرة وتسفعه النار مرة، فإذا جاوزها التفت إليها فقال: تبارك الذي نجاني منك؛ لقد أعطاني الله شيئا ما أعطاه أحدا من الأولين والآخرين

“Dari Ibnu Mas’ud bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Orang yang terakhir kali masuk surga adalah seorang laki-laki, dia terkadang berjalan, terkadang menyungkur, dan terkadang api neraka mejilatnya. Ketika dia telah melewatinya, maka dia menoleh kepada ke api tersebut seraya berkata, ‘Mahasuci Allah yang telah menyelamatkanku darimu. Allah telah memberikan sesuatu kepadaku yang mana Dia tidak pernah memberikannya kepada orang yang awal dan akhir.”(HR. Muslim)


Amalan yang menyelamatkan dari shirat
Iman kepada Allah, shodakah, amar ma’ruf nahi mungkar, menolong orang yang tenggelam dan orang yang di dholimi dan menolak bahaya.
Memenuhi kebutuhan manusia dan mengeluarkannya dari kesempitan.
Amalan yang menyampaikan pada syafa’at Nabi. Diantara amalannya adalah

Berwasilah kepada Nabi Muhammad.

Memperbanyak salawat kepada Nabi Muhammad.

Bersalawat pada Nabi dengan berbagai fariasi.

Memperbanyak salat nafilah.

Sabar dengan kesempitan hidup di Madinah al-Munawwarah.

Meninggal di Madinah al-Munawwarah.
Sabar dengan kematian anak.
Menjaga shalat subuh dan asar.
Menjaga shalat dhoha.
Menjaga sholat empat raka’at sebelum dhuhur dan setelahnya.
Menolak gibah sesama Muslim, dan tidak menuduh saudaranya dengan macam-macam baik itu berkenaan dengan kehormatannya atau yang lainnya.
Suka bershodakah, dan mengucapkan perkataan yang baik.

10.  Puasa.

11.  Menangis karena takut pada Allah dan ribath di jalan Allah serta menundukkan pandangan.

12.  Berakhlaq yang baik pada manusia.

13.  Bersalawat pada Nabi ketika disebut namanya.

14.  Mendapatkan takbiratul ihram bersama imam.

15.  Menyebarkan salam, dan mengasih makan serta qiyamul lail.

16.  Barangsiapa yang akhir perkataannya adalah LAILAAHA ILLALLAH.

17.  Dan lain-lain

Sebenarnya masalah ini ada kaitan yang sangat erat sekali dengan “jalan yang lurus” waktu di dunia, maksudnya barangsiapa yang menempuh jalan yang lurus waktu di dunia, maka Allah akan menyelamatkan ia melewati Jembatan Neraka dan akan masuk Jannah bersama orang-orang yang beruntung mereka kekal di dalamnya.

Yang Menyelisihi Ahlus Sunnah

Yang mengingkari Shirat(jembatan) dan lewatnya diatasnya adalah para ahli bid’ah dan pengikut hawa nafsu dari kalangan khawarij dan mu’tazilah. Mereka mena’wilkan kalimat wurud tersebut dengan melihat Neraka bukan masuk dan melewati di atasnya, hal ini dikarenakan keyakinan mereka bahwa mereka yang masuk kedalam neraka tidak akan keluar darinya meskipun dia terus menerus melakukan dosa kecil.

Kelompok ini menyelisihi ahlus sunnah wal jama’ah dari nash yang ada dalam al-Qur’an dan Hadits yang menerangkan tentang wurud dan kedudukan yang mulia dan syafa’ah, oleh karena itu Ibnu Abbas mengatakan bahwa yang dimaksud dengan wurud adalah masuk. Sedangkan Nafi’ mengatakan bahwa yang dimaksud wurud adalah bukan masuk . kemudian Ibnu Abbas membacakan firman Allah yang berbunyi:

إِنَّكُمْ وَمَا تَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ حَصَبُ جَهَنَّمَ أَنتُمْ لَهَا وَارِدُونَ

“Sesungguhnya kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah, adalah umpan Jahannam, kamu pasti masuk ke dalamnya.” (QS. Al-Anbiya’: 98)

Ibnu Abbas bertanya, apakah mereka memasuki neraka tersebut atau tidak? Kemudian beliau menanyakan lagi: wahai nafi’ demi Allah engkau dan aku akan memasukinya dan saya mengharap supaya Allah mengeluarkan aku dari darinya, dan aku tidak mengeluarkan kamu darinya dengan kebohonganmu.[5]

[1] Dr. Abdullah bin Muhammad bin Abdurahman bin Ishaq, Tafsir Ibnu Katsir, (Bogor: Pustaka Imam Syafi’I, 2003 M), cet. Ke-1, juz. 5, hal. 355.



[2] Ibid, Juz. 8, hal. 50.

[3] Syaikh al-‘Utsaimin, Syarah Aqidah as-Safaraniya, hal. 463.

[4] Dr. Muhammad bin Ibrahim Na’im, Kaifa Nanju Minas Shirat, hal.9

[5] Abu ‘Ashim, Mukhtashor Ma’arijul Qabul,(Mesir: Daar as-shofwah, 1427 H), cet. Ke-XI, hal. 256-257.

0/Post a Comment/Comments

Lebih baru Lebih lama