Oleh: Badrul Tamam
Di antara nama-nama Allah Ta’ala adalah الــرَّفِيْــقُ al-Rafiiq, artinya Yang Mahalembut, Mahabaik, Mahamenyertai. Nama ini diambil dari kata al-rifqu, yaitu pelan-pelan dan berangsur-angsur dalam urusannya. Lawannya adalah al-‘unfu (keras), melakukan sesuatu dengan kasar dan buru-buru.
Penafsiran Asma’ Allah ini terdapat dalam sabda Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam,
إِنَّ اللَّهَ رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ وَيُعْطِي عَلَى الرِّفْقِ مَا لَا يُعْطِي عَلَى الْعُنْفِ
“Sesungguhnya Allah Mahalembut, menyukai orang yang lembut. Dan sesungguhnya Allah memberikan kepada kelembutan apa yang tidak diberikannya kepada sikap kasar.” (HR. Muslim)
Allah Ta’ala Mahalembut dalam perbuatan-Nya, yaitu ketika Dia menciptakan makhluk-makhluk-Nya dengan bertahap, sedikit demi sedikit sesuai dengan hikmah dan kelembutan-Nya. Padahal Dia mampu menciptakannya sekaligus, dalam waktu sekejap.
Allah Subhanahu wa Ta'ala juga Mahalembut dalam memerintah dan melarang. Dia tidak membebani hamba-Nya dengan beban-beban yang banyak secara sekaligus. Tapi, berangsur-angsur dari satu kondisi kepada kondisi yang berikutnya sehingga jiwa siap menanggungnya dan tertata emosinya. Hal itu seperti turunnya perintah puasa fardlu, pengharaman khamar, riba dan lainnya.
Orang yang melakukan sesuatu dengan kelembutan dan tenang telah mengikuti sunnatulah dalam menciptakan alam semesta dan mengikuti petunjuk Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam. Sehingga urusannya akan menjadi mudah dan kesulitannya akan teratasi. Terlebih bagi seorang dai yang mengajak manusia kepada kebenaran, maka dia sangat membutuhkan sikap halus dan lemah lembut. Jika dia diganggu, dicela, dihina dan diperlakukan kasar, dia tidak lantas membalas dengan mencaci dan dendam. Bahkan sebaliknya dia membalas keburukan mereka dengan kebaikan agar mereka berkenan menerima dakwah yang diserukannya. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ
“Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.” (QS. Fushilat: 34)
Bagi seorang dai sangat membutuhkan sikap halus dan lemah lembut. Jika dia diganggu, dicela, dihina dan diperlakukan kasar, dia tidak lantas membalas dengan mencaci dan dendam. Bahkan sebaliknya dia membalas keburukan mereka dengan kebaikan agar mereka berkenan menerima dakwah yang diserukannya.
Beberapa contoh sikap lembut Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam
Dari Aisyah radhiyallaahu 'anha berkata, “Orang-orang Yahudi mendatangi Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam dan berkata, ‘assaal ‘alaikum’ (kematian atasmu). Lalu Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam membalasnya, ‘Wa’alaikum’. Maka Aisyah berkata, assaam ‘alaikum wala’anakumullaah wa ghadhiba ‘alaikum (Kematian atas kalian, laknat Allah dan kemurkaan-Nya atas kalian). Kemudian Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam menegur ‘Aisyah, “Pelan-pelan wahai Aisyah!! Berlakulah lembut, jangan kasar dan berkata jelek.”
‘Aisyah menjawab, “Apakah Engkau tidak mendengar perkataan mereka. Lalu Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam menjawab, “Apakah kamu tidak mendengar apa yang kukatakan? Aku telah mengembalikan doa mereka kepada mereka dan doaku atas mereka dikabulkan, sedangkan doa mereka atasku tidak.” (HR. Bukhari dan Muslim), dalam riwayat Muslim, “Cukup wahai Aisyah, janganlah engkau menjadi pencaci, sesungguhnya Allah tidak suka kepada cacian dan kata-kata buruk.”
Dari Anas bin Malik radhiyallaahu 'anhu berkata, “Ketika kami duduk di masjid bersama Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam tiba-tiba datang seorang badui lalu kencing di masjid. Para sahabat Nabi menghardiknya, “Berhenti, berhenti.” Lalu Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda, “Jangan bentak dia, biarkan dia (jangan putus kencingnya).” Lalu para sahabat membiarkan orang badui tadi menyelesaikan kencingnya. Kemudian Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam memanggilnya dan berkata kepadanya,
إِنَّ هَذِهِ الْمَسَاجِدَ لَا تَصْلُحُ لِشَيْءٍ مِنْ هَذَا الْبَوْلِ وَلَا الْقَذَرِ إِنَّمَا هِيَ لِذِكْرِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَالصَّلَاةِ وَقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ
“Sesungguhnya masjid-masjid ini tidaklah boleh untuk buang air kecil atau buang kotoran. Masjid itu tempat untuk dzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, shalat dan membaca Al-Qur`an.”
Dan beliau shallallaahu 'alaihi wasallam berkata kepada para sahabat, “Sesungguhnya kalian diutus untuk mempermudah bukan untuk mempersulit. Siramlah dengan satu ember air pada tempat kencingnya.” Lalu orang Badui tadi berkata, “Ya Allah rahmatilah aku dan Muhammad, dan jangan Engaku rahmati yang lain bersama kami.” Lalu Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda, “Egkau telah menyempitkan yang luas.” (Muttafaq ‘Alaih)
Kepada Para Du’at
Berlemahlembutlah dalam memberikan nasihat dengan kata-kata yang halus. Hal itu lebih bisa membuat nasihat diterima. Perhatikanlah pesan Allah kepada Musa dan Harun ketika mengutus keduanya untuk mendakwahi Fir’aun!
اذْهَبَا إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى () فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَيِّنًا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى
“Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas; maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut".” (QS. Thaahaa: 43-44)
Maksudnya pergilah kepada Fir’aun yang melampui batas dalam kekafiran, kedzaliman, dan permusuhan-nya, “maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut.” Yakni dengan bahasa yang mudah dipahami, halus, lembut, dan penuh adab tanpan sikap kasar, arogan, dan intimidasi dalam berkata atau bertindak brutal. Semoga dengan perkataan yang lembut ini dia jadi ingat dengan sesuatu yang bermanfaat untuknya sehinga dia melaksanakannya atau takut dengan apa yang membayakannya sehingga dia meninggalkannya. Kemudian Allah menerangkan tentang ucapannya tersebut,
فَقُلْ هَلْ لَكَ إِلَى أَنْ تَزَكَّى () وَأَهْدِيَكَ إِلَى رَبِّكَ فَتَخْشَى
“Dan katakanlah (kepada Fir'aun): "Adakah keinginan bagimu untuk membersihkan diri (dari kesesatan)" Dan kamu akan kupimpin ke jalan Tuhanmu agar supaya kamu takut kepada-Nya?".” (QS. Al-Naazi’aat: 18-19)
Itulah kalimat yang digunakan Musa dan Harun dalam mendakwahi Fir’aun, seorang thaghut yang kafir. Kenapa ada sebagian kaum muslimin yang mendakwahi dan menasihati kawannya dengan kalimat cela, mengkhawarijkan, menyesatkan, dan uangkapan-uangkapan buruk dan kasar lainnya? Apakah dia menginginkan mengeluarkan saudaranya dari keburukan ataukah sebaliknya, menginginkan keburukan tetap kukuh pada diri sahabatnya?
Kepada Orang Tua
Berlemahlembutlah kepada anak-anakmu, semoga mereka kelak berlemah lembut kepadamu saat engkau sudah tua. Sungguh banyak hal yang bisa engkau dapatkan dari kelemahlembutan yang tidak bisa engkau dapatkan dari sikap kasar dan keras.
Mendidik dengan lemah lembut dan lebih mengutamakan untuk memberikan kebaikan akan lebih banyak memberi manfaat dan lebih bisa diterima oleh jiwa anak, sehingga diharapkan mereka menerima kebenaran dan mencintai kebaikan dan keluarganya. Sementara sikap kasar tanpa sebab yang jelas hanya akan melahirkan sikap kasar dan kebencian pada diri anak. Semua ini sesuai dengan sabda Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam,
مَا كَانَ الرِّفْقُ فِيْ شَيْءٍ إِلاَّ زَانَهُ, وَمَا كَانَ الْعُنْفُ فِيْ شَيْءٍ إِلاَّ شَانَهُ
“Tidaklah lemah lembut dalam sesuatu kecuali akan menghiasinya, dan tidaklah sikap keras dalam segala sesuatu kecuali dia akan merusaknya.” (HR Muslim)
Tidaklah lemah lembut dalam sesuatu kecuali akan menghiasinya, dan tidaklah sikap keras dalam segala sesuatu kecuali dia akan merusaknya.(al-hadits)
Kepada Anak
Wahai anakku berlemahlembutlah kepada dua orangtuamu, berkatalah dengan perkataan yang lembut. Berbuat baiklah kepada keduanya dan berlemah lembutlah, sesungguhnya keduanya bagimu menjadi pintu surga. Ingatlah wasiat Allah Ta’ala kepadamu wahai anakku,
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا) وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".” (QS. Al-Isra’: 23-24)
Sekarang mereka berada di sisimu dalam kondisi renta. Kepala mereka dipenuhi uban, punggung mereka bungkuk, dan tubuh mereka sering gemetar sehingga ketika mau berdiri, mereka berdiri dengan kepayahan, dan ketika mau duduk, pun dengan susah payah. Sakit menjadi rutinitas mereka dan berbagai model penyakit mulai menyerangnya. Dalam kondisi ini, bakti dan kedermawananmu sangat dinanti. Jangan pelit dengan hartamu, baktimu, dan perlakuanmu yang baik kepada keduanya.
Kepada Para Suami
Berlakulah lembut kepada istri-istrimu dan kasihi mereka. Sesungguhnya Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam sangat lembut dan sayang kepada kepada Aisyah radhiyallaahu 'anha daripada bapaknya sendiri, Abu Bakar al-Shiddiq radhiyallaahu 'anhu.
Pernah terjadi cekcok antara dirinya dengan Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallamshallallaahu 'alaihi wasallam berkata: “Kamu yang berbicara atau saya yang bicara.” dengan istrinya ini, maka datanglah Abu Bakar untuk menjadi penengah. Lalu Nabi
Aisyah menjawab, “Bicaralah Engkau, dan jangan berkata kecuali yang benar.”
Maka marahlah Abu Bakar dan menampar Aisyah sehingga keluar darah dari mulutnya dan berkata, “Apakah dia akan berkata yang tidak benar wahai musuh dirinya sendiri?” Maka bersembunyilah Aisyah di belakang punggung Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam. Lalu seketika itu beliau berkata kepada Abu Bakar, “Sesungguhnya kami tidak mengundangmu untuk ini, dan kami tidak menghendaki ini darimu.” (HR. Al-Bukhari)
Inilah Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam, sosok suami yang lebih lembut, lebih sayang, lebih kasihan kepada istrinya daripada bapaknya sendiri. Apakah kita sudah mengikuti akhlak mulia junjungan kita ini?
Kepada Para Istri
Berlemah lembutlah kepada suamimu dan sayangi mereka. Jangan membebani mereka dengan sesuatu yang memberatkan mereka, khususnya tuntutan nafkah yang berlebih. Sesungguhnya menahan diri dari meminta kepada suami itu yang lebih baik.
Sesungguhnya telah terdapat teladan yang baik pada diri ummahatul mukminin (para istri Nabi), ketika mereka lebih memilih dan mengutamakan akhirat daripada dunia yang fana ketika diberi pilihan oleh Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam.
إِنْ كُنْتُنَّ تُرِدْنَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا فَتَعَالَيْنَ أُمَتِّعْكُنَّ وَأُسَرِّحْكُنَّ سَرَاحًا جَمِيلًا () وَإِنْ كُنْتُنَّ تُرِدْنَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالدَّارَ الْآَخِرَةَ فَإِنَّ اللَّهَ أَعَدَّ لِلْمُحْسِنَاتِ مِنْكُنَّ أَجْرًا عَظِيمًا
“Jika kamu sekalian mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya kuberikan kepadamu mut`ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik. Dan jika kamu sekalian menghendaki (keridaan) Allah dan Rasul-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat baik di antaramu pahala yang besar.” (QS. Al-Ahzab: 28-29)
Kepada Orang Kaya yang Mempuanyai Pembantu dan Pekerja
Berlaku baik dan lembutlah kepada para pembantu rumah tangga. Jangan bebani mereka dengan hal yang tidak kuasa mereka lakukan. Laksanakan perintah Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam ketika bersabda,”Jangan kalian bebani mereka dengan sesuatu yang memberatkan mereka. Dan jika kalian membenani mereka dengan sesuatu yang berat, maka bantulah mereka.” (HR. Al-Bukhari)
Bershadaqahlah untuk para pembantu dan pekerjamu. Beri mereka kelebihan dari hak yang mereka dapatkan, sungguh di dalamnya terdapat pahala yang besar. Jangan korupsi dan curangi hak mereka, karena hal ini akan mengundang murka Rabb-nya. Dalam hadits Qudsi disebutkan, Allah Ta’ala berfirman,
ثَلاَثَةٌ أَنَا خَصْمُهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ رَجُلٌ أَعْطَى بِى ثُمَّ غَدَرَ ، وَرَجُلٌ بَاعَ حُرًّا فَأَكَلَ ثَمَنَهُ ، وَرَجُلٌ اسْتَأْجَرَ أَجِيرًا فَاسْتَوْفَى مِنْهُ وَلَمْ يُعْطِهِ أَجْرَهُ
“Tiga golongan manusia yang Aku adalah musuhnya pada hari Kiamat nanti: (1) seorang berjanji dengan menyebut namaKu lalu dia melanggarnya, (2) seorang yang menjual orang yang merdeka lalu dia menikmati hasil penjualannya tersebut, (3) seorang yang mempekerjakan orang lain setelah orang tersebut bekerja dengan baik upahnya tidak dibayarkan.” (HR Bukhari)
Semoga Allah Ta’ala menganugerahkan kepada kita sikap lemah lembut dan kesabaran, khususnya kepada orang lemah dan menjadi tanggungan kita. Sehingga kebaikan dan kasih sayang kita dapatkan, bukan kebencian dan dendam. Sesungguhnya Dialah penguasa atas qalbu hamba-hamba-Nya. Wallahu a’lam bil shawab. (PurWD/voa-islam.com)
Posting Komentar