Ibadah Kepada Allah Harus Dengan Syariat yang Dia Tentukan


Tidak boleh beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala kecuali dengan syariat-Nya yang disampaikan oleh Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wasallam. Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak akan menerima amal apapun kecuali diniatkan hanya untuk Allah, Dzat yang tidak memiliki sekutu, dan sesuai dengan sunnah Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wasallam.
Allah Ta'ala berfirman,
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ
"Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus." (QS. Al Bayyinah: 5)
Kata haniif, maksudnya adalah sengaja meninggalkan kesyirikan dengan didasari ilmu dan pengetahuan.
Ibnu Katsir rahimahullah berkata, "al Haniif, adalah orang yang berpaling dari syirik dengan sengaja. Maksudnya meninggalkannya karena mengetahuinya, dan menerima kebenaran secara keseluruhan, tidak ada yang bisa menghalanginya dan tidak ada yang bisa mengembalikannya kepada kesyikiran."
Orang-orang sesat dari kalangan musyrikin dan Nashrani serta orang-orang semisal mereka, juga melakukan ibadah dan kezuhudan, namun ditujukan kepada selain Allah atau tidak sesuai dengan perintah Allah. Sesungguhnya tujuan dan keinginan yang memberikan manfaat adalah keinginan untuk beribadah kepada Allah semata dan hanya mau beribadah dengan yang disyariatkan-Nya, bukan dengan syariat yang diada-adakan sendiri. Maka di atas dua dasar inilah agama Islam dibangun. Yaitu Allah semata yang diibadahi dan diibadahi dengan menggunakan syariat-Nya, bukan dengan aturan yang diada-adakan sendiri yang disebut dengan bid'ah. (Majmu' Fatawa, Ibnu Taimiyah: 18/173)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
"Siapa yang melakukan satu amalan yang tidak ada perintahnya dari kami maka tertolak." (Muttafaq 'alaih, lafadz milik Muslim)
Ibnu Mas'ud radliyallah 'anhu berkata, "ber-itiba'-lah jangan jadi mubtadi' (pembuat bid'ah), sungguh sudah cukup. Sesungguhnya setiap yang diada-adakan (dalam urusan ibadah) adalah bid'ah, dan setiap bid'ah adalah sesat." (Riwayat ad Darimi, al Baghawi, al Laalikaii, dan Ibnu Baththah)
Al Hasan al Bashri rahimahullah berkata, "dan selama-lamanya Allah tidak akan menerima sebuah amalan yang dilakukan seorang mubtadi' untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Baik itu shalat, puasa, zakat, haji, jihad, umrah dan shadaqah." Sampai beliau menyebutkan beberapa amal kebajikan. (Ibnu Baththah dalam kitab Syarh al Ibanah)
Mubtadi' adalah orang yang mengada-ada hal baru dalam agama yang bukan bagian darinya dan beribadah kepada Allah dengan selain syariat-Nya.
Mubtadi' adalah orang yang mengada-ada hal baru dalam agama yang bukan bagian darinya dan beribadah kepada Allah dengan selain syariat-Nya.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata; "setiap amal bid'ah adalah kesesatan dalam beragama. Dasarnya berkata tentang Allah tanpa ilmu. Karena inilah para ulama salaf dan para imam sangat mengingkarinya dan menyatakan bahwa pelakunya termasuk penghuni bumi yang buruk. Mereka sangat menghawatirkan fitnahnya, dan benar-benar mengingkarinya tidak seperti mengingkari terhadap perbuatan hina, dzalim, permusuhan. Semua ini dikarenakan dahsyatnya bahaya dan daya rusak bid'ah terhadap agama, dan menghilangkan ajarannya. Allah Ta'ala telah mengingkari orang yang menghalalkan dan mengharamkan sesuatu dalam masalah agama yang berasal dari dirinya sendiri tanpa ada argumentasi dari Allah. Dia berfirman,
وَلَا تَقُولُوا لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ الْكَذِبَ هَذَا حَلَالٌ وَهَذَا حَرَامٌ لِتَفْتَرُوا عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ
"Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta "Ini halal dan ini haram", untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah." (Madarijus Salikin: 1/157)
Beliau berkata lagi, "di antaranya: tidak boleh membiarkan tempat kesyirikan dan thaghut-thaghut setelah mampu menghancurkannya dan menghabisinya dalam satu hari. Itu semua merupakan syiar kekufuran dan kesyirikan yang merupakan kemungkaran terbesar. Tidak boleh membiarkannya barang sedikitpun setelah memiliki kekuatan. Seperti inilah hukum terhadap bangunan yang didirikan di atas kuburan yang dijadikan berhala dan tuhan yang disembah selain Allah. Dan batu-batu yang diagungkan dan dimintai berkah, di jadikan bernadzar dan diciumi, tidak boleh dibiarkan ada di muka bumi padahal mampu menghilangkannya . . ." 
Para thaghut-thaghut yang disembah tadi tidak diyakini telah mencipta dan memberi rizki, tidak pula menghidupkan dan mematikan. Mereka melakukan itu karena meniru perbuatan saudara-saudara mereka dari kalangan musyrikin terhadap tuhan-tuhan mereka. Lalu mereka mengikuti adat kebiasaan umat-umat sebelum mereka, meniti langkah mereka setapak demi setapak, meniru mereka sedikit semi sedikit sehingga tersebarlah kesyirikan di tengah-tengah manusia karena kejahilan dan hilangnya ilmu. Hingga akhirnya yang baik dianggap buruk dan yang buruk dianggap baik, sunnah dianggap bid'ah dan bid'ah dianggap sunnah sehingga ajaran Islam menjadi sangat asing.
Jumlah ulama sedikit, orang bodoh banyak, bencana merata, dan kerusakan tersebar di daratan dan lautan disebabkan olah tangan manusia. Tetapi, masih akan ada sekelompok dari umat Muhammad yang tegak di atas kebenaran, berjihad melawan orang-orang musyrik dan ahli bid'ah hingga Allah mewariskan bumi ini dan para penghuninya kepada mereka, dan Allah adalah Waris yang paling baik.
. . . Allah tidak diibadahi kecuali dengan syariat yang ditetapkan oleh-Nya melalui lisan Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wasallam. Tidak boleh diibadahi dengan hawa nafsu dan anggapan-anggapan baik . .
Dan kami katakan, "Sesungguhnya Allah tidak diibadahi kecuali dengan syariat yang ditetapkan oleh-Nya melalui lisan Nabi-Nya shallallahu 'alaihi wasallam. Tidak boleh diibadahi dengan hawa nafsu dan anggapan-anggapan baik yang dibuat para taghut melalui lisan para syetan."
(PurWD/voa-islam)

0/Post a Comment/Comments

Lebih baru Lebih lama