TAFSIR AYAT DAKWAH SURAT AL-AHDZAB AYAT 46

Oleh : Ilham
Download makalah lengkap
v Muqaddimah

Segala puji bagi Allah Rabb semesta alam. Yang kepada-Nya kita menyembah dan kepada-Nya pula kita memohon pertolongan.

Shalawat serta salam kepada Nabi Junjungan kita yakni Nabi Muhammad Saw., Khatamun Nabiyyin, beserta para keluarga dan Shahabat serta seluruh pengikutnya hingga akhir zaman.

v Defenisi

Ø  Da’wah

Da’wah menurut bahasa memiliki pengerian yang sangat luas, dalam kamus al Munawwir disebutkan bahwa kata-kata da’wah bersalal dari kata:



دعا – يدعو – دعاعا - ودعوة  yang berarti memanggil, mengundang. Kemudian arti الدعوة do’a, seruan, panggilan, ajakan, undangan, dan permintaan. Sedangkan الداعي berarti orang yang berda’wah[1]. Sementara menurut Istilah da’wah memiliki interpretasi yang berfariatif. Mohammad Natsir memberikan defenisi Da’wah, “da’wah adalah sebagai satu upaya, proses menju Islam Kaffah, sebagai cara hidup total dalam satu bingkai harakatud-da’wah yang memiliki dimensi bina’an dan difa’an.”[2]

v Makna Umum

Surat al-Ahdzab ayat 46 ini secara umum menerangkan tentang seuatu seruan untuk berda’wah kepada agama Allah. Yakni mentauhidkan-Nya dalam hal Rububiyah dan Uluhiyah.

v Tafsir surah Al-Ahdzab ayat 46

ودعيا إلي الله بإذنه وسراجا منيرا

Artinya: “Dan untuk jadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerangi.”

Firman Allah Ùˆ داعيا إلي الله     “Sebagai penyeru kepada agama Allah”  berarti sebagai penyeru makhluk agar menyembah Tuhannya melalui perintah yang kamu sampaikan.[3]  Allahlah yang telah mengutus Rasul-Nya yang menyeru kepada peribadahan kepadaNya.[4] Dan ikhlash taat kepada-Nya dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu pun.[5] Sebagaimana diriwayatkan oleh Qatadah

حدثنا بشر  قال: ثنا سعيد, عن قتادة (وداعيا إلى الله) إلى شهادة أن لا إله إلا الله

Artinya: “seperti yang dikatakan basyar kepada kami dia berkata: berkata Sa’id dari Qatadah, (bahwa) penafsiran wa da’iyan ilallah yaitu persaksian bahwasanya tidak ada ilah (yang berhak disembah) kecuali Allah”[6]

بإذنه  “dengan izin-Nya” bahwa sanya atas kehendak (atas kekuasaan) Allahlah da’wah, perintah-Nya, iradah-Nya dan kehendak-Nya.[7]

Kemudian Firman Allah “dan menjadi cahaya yang menerang“, yakni kejelasan kebenaran yang kamu bawa adalah seperti terangnya sinar matahari yang tidak dapat dipungkiri kecuali orang yang ingkar.[8]



v Kesimpulan

Dari penjelasan di atas dapatlah kita tarik beberapa kesimpulan

1.      Da’wah secara bahasa berarti berarti memanggil, mengundang. Sementara menurut istilah dapat berarti “da’wah adalah sebagai satu upaya, proses menju Islam Kaffah, sebagai cara hidup total dalam satu bingkai harakatud-da’wah yang memiliki dimensi bina’an dan difa’an.”

2.      Sementara penafsiran mengenai surah al-Ahdzab adalah tentang perintah untuk berda’wah kepada Allah yakni mentauhidkan-Nya dan tidak menyekutukannya dengan sesuatu pun. Hingga tidak ada sesuatupun keragu-raguan seperti halnya matahari yang bersinar. Tidak ada seorangpun yang meragukannya. Wallahu A’lam.

v Daftar Pustaka

Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, Surabaya:Progresif, 1997, Cet.XIV, Edisi II

Al-Hafidz Ibnu Katsir, “Tafsir Al-Qur’an Al-‘Adzim”, Bairut: Jami’ Al-Huquq Mahfudzah, 1991 M/1411H, Juz 3

Al-Hijazi., Muhammad Mahmud, “Tafsir al-Wadhih”., Kairo: Huquq al-Thaba’ Mahfudzah., 1968 M/1388 H., Juz 21

As-Sa’di., ‘Abdu al-Rahman Bin Nashir, “Taisir al-Karim al-Rahman Tafsir Kalam al-Mannan”., Riyadh., Maktabah al-‘Arabiyah as-Su’udiyah., 1410 H., Juz 6.

As-Shabuni., Muhammad ‘Ali, “Shofwah at-Tafasir”., Beirut: Darul Qur’an al-Karim., Jilid 3.

Ath-Thabari, “Jami’ Al-Bayan Fi Tafsir Al-Qur’an”, Tahqiq Dr. Abdullah Bin Abdul Muhsin At-Turky, Kairo: Maktabah Hajr., 2001M/1422H., Bab 45., Juz 19

Hussen Umar, Dalam Da’wah; Mencermati Peluang Dan Problematikanya, Oleh Ulil Amri Syafri, Dkk., Jakarta: Stid Mohammad Natisr Press, Cet. I,







 Footnote

[1] Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, Surabaya:Progresif, 1997, Cet.XIV, Edisi II, Hal. 406

[2]  Hussen Umar, Dalam Da’wah; Mencermati Peluang Dan Problematikanya, Oleh Ulil Amri Syafri, Dkk., Jakarta: Stid Mohammad Natisr Press, Cet. I, Hal. 3

[3]  Al-Hafidz Ibnu Katsir, “Tafsir Al-Qur’an Al-‘Adzim”, Bairut: Jami’ Al-Huquq Mahfudzah, 1991 M/1411H, Juz 3, Hal. 487

[4]  ‘Abdu al-Rahman Bin Nashir as-Sa’di., “Taisir al-Karim al-Rahman Tafsir Kalam al-Mannan”., Riyadh., Maktabah al-‘Arabiyah as-Su’udiyah., 1410 H., Juz 6., Hal. 232 lihat pula: Muhammad ‘Ali As-Shabuni., “Shofwah at-Tafasir”., Beirut: Darul Qur’an al-Karim., Jilid 3., Hal. 530

[5]  Ath-Thabari, “Jami’ Al-Bayan Fi Tafsir Al-Qur’an”, Tahqiq Dr. Abdullah Bin Abdul Muhsin At-Turky, Kairo: Maktabah Hajr., 2001M/1422H., Bab 45., Juz 19, Hal. 126 lihat pula: Muhammad Mahmud Al-Hijazi., “Tafsir al-Wadhih”., Kairo: Huquq al-Thaba’ Mahfudzah., 1968 M/1388 H., Juz 21., Hal. 14

[6]  Ath-Thabari,  Ibid

[7]  ‘Abdu al-Rahman Bin Nashir as-Sa’di., Op Cit., Hal. 232

[8]  Al-Hafidz Ibnu Katsir, “Op Cit”, Hal. 487

0/Post a Comment/Comments

Lebih baru Lebih lama