Melacak Akar Permasalahan Israel-Palestina Oleh;

Nizar A. Saputra
(Ketua PJM HIMA PERSIS Jakarta Pusat dan Ketua Forum Kajian Pemikiran Islam STID Moh. Natsir)
Pendahuluan
Tahun baru 1430 H menjadi begitu mengerikan bagi saudara kita di Palestina. Betapa tidak, selama kurang lebih tiga pekan warga Gaza dihujani bom tanpa henti-henti. Kurang lebih 1300 jiwa dilaporkan telah meninggal, sementara yang mengalami luka serius ada 5600 orang, kebanyakan korban adalah wanita dan anak-anak. Saat melakukan penyerangan, Ehud Olmert, Perdana Menteri Israel , dengan lantang menyatakan bahwa militer Israel tidak akan menyerah dan akan terus menerus menyerang Gaza . Militer Israel akan terus beroperasi guna melindungi warga [ israel ] dan mencapai tujuan yang ditetapkan.
Di sisi lain, serangan Israel dengan roket-roketnya dijadikan objek wisata bagi warga Israel . Bagi mereka, roket-roket Israel yang melesat ke Gaza merupakan pemandangan indah yang sayang kalau dilewatkan. Tidak nampak rasa penyesalan, iba atau kekhawatiran di raut wajah mereka. Dengan tenang mereka melihat serangan roket Israel menggunakan teropong dan sejenisnya. Tidak ada rasa ketakutan atau kekhawatiran dari mereka akan terkena roket Hamas. Sementara di Gaza, wanita-wanita, anak-anak kecil, dan orang tua dihantui ketakutan yang sangat mencekam ketika dihujani roket Israel.
Musibah yang menimpa Muslim Palestina kontan saja menarik simpati masyarakat muslim di seluruh dunia. Hampir di setiap negara, kecuali Arab Saudi dan Mesir, melakukan demonstrasi mengutuk serangan Israel ke gaza . Sifat yang terlihat acuh tak acuh Arab Saudi dan Mesir terhadap Palestina sangat disayangkan oleh berbagai pihak. Padahal banyak pihak yang berharap Mesir dapat membuka blokade menuju Gaza agar bantuan obat-obatan dan kebutuhan pokok dapat segera tersalurkan. Mesir nampak setengah hati untuk menolong Palestina. Begitu juga dengan Arab Saudi.
Sikap kedua negara tersebut sangat kontras dengan kebanyakan penduduk dunia yang melakukan demonstrasi besar-besaran. Tidak hanya umat Islam, tapi juga oleh non muslim. Seorang demontrans saat diwawancari al-Jazeera menyahut “Hai negara-negara Arab [islam]…mana kepedulianmu terhadap rakyat Palestina, jika orang non Muslim saja peduli terhadap rakyat palestina, kemana kalian? Sebuah ungkapan penyesalan yang logis, mengingat Arab dan Mesir memiliki ikatan emosional yang sangat dekat –baik dari aspek agama maupun ras –dengan Palestina. Apa yang melatarbelakangi Israel terus menerus menyerang Palestina?

Melacak Akar Permasalahan
Sebuah konflik akan dapat dipahami jika menelusuri akar permasalahannya. Setidaknya kita akan paham mengapa Israel dengan keras kepala terus menyerang Palestina. Secara umum, ada tiga faktor yang melatarbelakangi sikap israel tersebut. Pertama, klaim teologis dan Historis atas Palestina. Bagi orang-orang Yahudi, Palestina adalah tanah yang dijanjikan Tuhan untuk mereka. Klaim teologis pendirian negara Israel didasarkan pada kitab Pernjanjian Lama dalam Kitab Kejadian 12: 7, 15: 18-21 dan Kitab Yosua. Orang-orang Israel juga selalu merasa bahwa dalam sejarah, orang-orang Yahudi adalah yang pertama kali menduduki tanah Palestina. Inilah yang kemudian menjadi legitimasi mereka menduduki Palestina. Klaim bahwa orang-orang Yahudi adalah penduduk yang pertama kali menginjakan kakiknya di bumi Palestina hanyalah klaim sepihak. Menurut Paul Findley, bangsa Yahudi ( Israel ) bukanlah penduduk pertama di Palestina. Selain itu, menurut para arkeolog modern, bangsa mesir dan bangsa Kanaan (Palestina) jauh sebelumnya telah mendiami Palestina sejak masa 3000 SM hingga 1700 SM.
Kedua, Deklarasi Balfour. Ketika Palestina di bawah kekuasaan Turki Utsmani, pemuka zionis, Theodore Herzl, berusaha membujuk Abdul Hamid II agar menyerahkan tanah palestina kepada Yahudi. Namun bujukan Herzl ditolak mentah-mentah oleh Hamid II. Angin segar mulai dirasakan Herzl ketika Turki Utsmani mengalami kekalahan dalam Perang Dunia I. Herzl dan para zionis atas dukungan Inggris, pada tanggal 2 November 1917 mengeluarkan Deklarasi Balfour. Balfour diambil dari nama menteri luar negeri Iggris saat itu, Arthur James Balfour. Dengan keluarnya deklarasi ini Israel merasa mempunyai hak dan keleluasaan menguasai tanah Palestina. Walau bagaimanapun, deklarasi Balfour telah menjadi semacam legitimasi bagi pendudukan Israel di Palestina. Pasca deklarasi Balfour, penduduk Israel di Palestina meningkat drastis. Tahun 1917 terdapat 600.000 orang Arab di Palestina dan sekitar 60.000 orang Yahudi. Jumlah penduduk Yahudi secara signifikan meningkat pada tahun 1947 menjadi 608.225 jiwa.
Ketiiga, resolusi PBB tahun 1948. atas desakan Amerika Serikat, pada tanggal 14 Mei 1948 Majelis Umum PBB mengeluarkan resolusi yang berisi pembagian wilayah Palestina dan Israel . Resolusi tersebut diambil berdasarkan pemungutan suara terbanyak. Dari sejumlah negara anngota PBB, 33 diantaranya menyetujuinya, 13 negara menolak dan satu abstain. Apa mau dikata, deklarasi itu menyebabkan wilayah Palestina terbagi tiga. Pertama, negara Yahudi yang mencakup 57 % dari total wilayah Palestina dan meliputi hampir seluruh wilayah yang subur dengan perimbangan penduduk 498.000 Yahudi dan 497.000 Arab. Kedua, wilayah Arab Palestina mencakup 42% dan hampir seluruh wilayahnya tandus dan berbukit-bukit. Perimbangannya, 10.000 Yahudi dan 725.000 Arab. Ketiga, zona internasional (Yerusalem) dengan perimbangan penduduk 100.000 Yahudi dan 105.000 Arab. Ironis memang, tanah yang pada hakikatnya milik Palestina sebagian besarnya dikuasai Yahudi yang notabene “numpang hidup” di tanah Palestina.
Tiga landasan itulah yang melatarbelakangi sikap keras Israel merebut wilayah Palestina. Dilihat dari aspek teologis, nampaknya kebengisan Israel terhadap rakyat palestina belum akan berakhir. Sebab, sebagaimana dijelaskan dalam Kitab Kejadian 12: 7, 15: 18-21, tanah yang dijanjikan tidak hanya Palestina. Theodore Herzl menggariskan wilayah Israel membentang dari Hulu Mesir sampai Efrat. Sementara menurut Ben Gurion, wilayah Israel meliputi Mesir, Libanon Selatan , Syria Selatan, Transyordania dan Palestina. Dengan demikian, Israel , seperti kata Ehud Olmert, tidak akan menghentikan orperasi hingga tujuannya tercapai.

Obama dan Amerika
Terpilihnya Obama sebagai Presiden ke-44 Amerika, oleh banyak piihak diharapkan dapat membawa perubahan dan angin segar bagi perdamaian di Timur Tengah, terutama di Palestina. Bukan tanpa sebab, saat berkampanye Obama selalu menjanjikan perubahan.
Namun, harapan tersebut nampaknya hanya angan-angan saja. Obama secara resmi mendukung Israel untuk selalu melakukan tindakan pembelaan dari Hamas. Obama malah mengecam Hamas sebagai pihak yang harus bertanggung jawab atas terjadinya penyerangan Israel ke Gaza . “Bertahun-tahun Hamas meluncurkan ribuan roketnya kea rah orang Israel , yang tak berdosa. Tak ada (Negara) yang demokrasi yang mentoleransi bahaya seperti itu.” Kata Obama saat saat melakukan kunjungan pertamanya ke Departemen Luar Negeri Amerika, 23/01/09.
Sikap Obama tersebut memang sudah bisa ditebak. Bukan rahasia umum lagi, setiap Presiden Amerika pasti akan selalu mendukung Israel . Antara Amerika dan Israel tidak bisa dipisahkan. Amerika adalah sekutu abadi Israel . Setiap kebijakan Amerika tentunya akan berpihak kepada Israel . Ini dapat dilihat dari sikap Amerika di PBB yang selalu menggunakan hak vetonya untuk mendukung Israel . Sejak 1970-2006, AS sudah menggunakan lebih dari 81 hak vetonya, dan 39 diantaranya digunakan untuk mendukung Israel.
Amerika berada di bawah cengkaraman para pelobi zionis Yahudi. Populasi Yahudi yang hanya 3% dari total penduduk AS, menguasai hamper 80% media masa AS, baik TV, radio, majalah maupun surat kabar. Bahkan mereka bisa mendikte media massa kelas dunia : The Times dan The Manchester Guardian (Inggris), Far Eastern Economic Review, News Week, Asiaweek (Asia), The Washington Post, The New York Post, Time (AS), The Express. Tidak heran, pada saat terjadi penyerangan Israel ke Gaza , media-media massa tersebut tidak memberikan informasi yang seimbang, malah cenderung mendukung agresi Israel . Bukan hanya menguasai media massa , Yahudi di Amerika juga menguasai ekonomi. 20% Milyader AS adalah Yahudi.
Pengaruh-pengaruh lobi Yahudi yang tergabung dalam AIPAC (Komite Urusan Publik Israel Amerika), begitu kuat. 26% wartawan, analis, pekerja dan pejabat di lembaga-lembaga social dan pemerintahan AS dipegang Yahudi. 59% penulis dan ahli hokum terbaik di New York adalah Yahudi. 13% di antaranya berusia di bawah 40 tahun, memegang jabatan penting. 40 % dari mereka hadir dalam Kongres AS, 7 dari 11 anggota dipegang Yahudi, sejumlah besar mereka berada di Departemen Luar Negeri, Pertahanan, Keungan dan Kehakiman AS

Posisi Umat Islam
Jika melihat penduduk muslim di seluruh dunia di banding dengan Israel , seharusnya kekuatan penuh ada di pihak muslim. Islam merupakan agama terbesar kedua setelah kristen. Kurang lebih 1,1 miliyar penduduk dunia menganut Islam. Jumlah ini sangat jauh dari Israel . Dalam Atlas of The World's Religions, disebutkan jumlah pemeluk agama Yahudi 15.050.000. Pemeluk Islam adalah 1.179.326.000, dan pemeluk Kristen 1.965.993.000. (Ninian Smart, Atlas of The World's Religions, ( New York : Oxford University Press, 1999). CM Pilkington, dalam bukunya, Judaism, malah menyebut jumlah Yahudi hanya 13 juta. Mereka kini tersebar utamanya di 10 negara, yaitu USA (5.800.000), Israel (5.300.000), Bekas Uni Soviet (879.800), Perancis (650.000), Kanada (362.000), Inggris (285.000), Brazil (250.000), Argentina (240.000), Hongaria (100.000), dan Australia (97.000). (Lihat, Pilkington, Judaism, ( London : Hodder Headline Ltd., 2003).
Namun apa daya, umat islam saat ini sangat lemah. Tidak bisa menekan apalagi mencegah Israel melakukan agresi ke Palestina. Berharap kepada Obama dan Amerika hanyalah sebuah kebodohan. Sebab, seperti dijelaskan sebelumnya, Obama dan Amerika tidak bisa terpisah dari Israel . Begitu juga Dewan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). PBB tidak berdaya menghadapi kebengisan Israel . Resolusi 1860 tidak pernah digubris Israel . Bukan kali ini saja, Israel tidak menggubris resolusi PBB. Sudah 63 Resolusi DK PBB dikeluarkan untuk Israel , tapi tak satupun yang diindahkannya dan tanpa sanksi apapun.
Tumpuan lain ada pada Uni Eropa. Bukan tanpa sebab, Uni Eropa dianggap lebih netral di banding Amerika Serikat yang sudah jelas-jelas sekutu Israel . Apalagi, Uni Eropa memotret dirinya sebagai impartial (tidak memihak). Namun harapan kita juga salah. Banyak dari tokoh berpengaruh di Uni Eropa yang lebih menyalahkan Hamas ketimbang Israel . Kanselir Jerman, Angele Merkel misalnya. Menurutnya, Hamas harus memikul dan bertanggungjawab atas kejadian itu. Sebab, merekalah (Hamas) yang memulai penyerangan terhadap Israel . Sedangkan Republik Cheska menilai aksi Israel sebagai defensif daripada ofensif.
Hamas selalu dijadikan kambing hitam oleh Amerika dan Uni Eropa. Serangan Hamas dengan roket-roket sederhananya, selalu disalahkan. Sementara serangan Israel terhadap Hamas dan rakyat Palestina selalu dianggap sebagai upaya pembelaan diri. Logika seperti ini perlu diluruskan. Substansi permasalahannya bukan siapa yang menyerang duluan, dia salah. Namun, siapa yang berada dipihak terjajah dan penjajah. Rakyat Palestina, begitu juga Hamas, sebagai pemilik tanah Air Palestina adalah pihak terjajah, yang ingin merebut kemerdekaan. Sementara Israel , semenjak keberadaannya di Palestina, sebagai pihak penjajah. Mereka bukan penduduk asli tanah Palestina. Mereka adalah penjajah yang ingin menguasai Palestina. Jadi, serangan Hamas terhadap Israel harus dipahami sebagai upaya pembelaan diri dalam mencapai kemerdekaan dari penjajahan Israel . Sementara serangan Israel terhadap rakyat Palestina adalah bentuk arogansi The Real Terrorist dalam rangka memperluas wilayah jajahannya.
Melihat ketidakberdayaan PBB dan Amerika untuk menekan Israel , seharusnya menyadarkan umat Islam, bahwa mereka tidak akan bisa menyelasaikan masalah di Palestina. Kita sudah mempunyai organisasi sendiri, yakni Organisasi Konfernsi Islam (OKI). Seharusnya umat Islam memperkokoh OKI agar eksistensinya diakui dan berpengaruh di belahan dunia. Selain itu, sebagai penduduk terbesar kedua di dunia, Umat Islam sebenarnya bisa melakukan tindakan nyata untuk menekan Israel dan Amerika. Kita bisa memboikot produk-produk Israel dan Amerika. Dengan cara ini, perekonomian Israel dan Amerika tidak akan stabil. Israel akan mengalami krisis ekonomi, sementara Amerika yang tengah dilanda krisis, akan semakin terpuruk ekonominya.
Masalah Palestina selamanya tidak akan teratasi, selama kita menyerahkannya kepada orang lain. Islam pernah menguasai dan mempengaruhi dunia selama kurang lebih delapan abad lamanya. Bukan hal yang mustahil untuk kembali mewujudkan kejayaan Islam tersebut. Dan kejayaan tersebut tidak akan terwujud tanpa adanya solidaritas, jalinan ukhuwah yang kuat, dan kebersamaan. Mari kita kuatkan posisi umat Islam. Mari kita tanamkan dalam diri sendiri, keluarga, anak dan sahabat-sahabat kita, kepekaan social dan solidaritas kepada kaum muslimin di seluruh dunia, terutama di Palestina. Man lam yahtam bi umur al-Muslimin falaisa minhum….


0/Post a Comment/Comments

Lebih baru Lebih lama