Banyak deskripsi tentang makna kekalahan umat Islam. Ada yang berpendapat, kekalahan umat ini terjadi ketika umat Islam tertinggal dari sisi teknologi dan ilmu pengetahuan. Sehingga ketika umat Islam tertinggal dari sisi itu, namun undang-undang dan sistem pemerintahan yang diterapkan adalah syariat Islam masih terkategori sebagai umat yang kalah.
Ada juga yang berpendapat bahwa kekalahan umat Islam adalah ketika mereka terbelakang dan lemah dari sisi ekonomi. Bagi mereka, ketika banyak negeri Islam yang berusaha menegakkan syariat Islam namun kesejahteraan rakyatnya belum terpenuhi maka dia memandangnya sebagai kekalahan. Sebaliknya, jika ada negara yang mayoritas penduduknya umat Islam namun aturan, undang-undang, dan sistem pemerintahannya mengadopsi dari negeri kafir yang bertentangan dengan syariat Islam lalu penduduknya mengalami peningkatan ekonomi maka disebut sebagai umat yang merdeka dan sejahtera. Dan masih banyak pengertian yang salah tentang makna kekalahan dan keterpurukan umat Islam. Berikut ini kami sebutkan beberapa makna kekalahan dalam perspektif Islam.
Pertama, bahwa kekalahan Umat Islam adalah apabila mereka mengikuti syariat orang-orang kafir dan aturan yang dibuat oleh hawa nafsu mereka.
Allah Ta'ala berfirman,
Allah Ta'ala berfirman,
وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ بَعْدَ الَّذِي جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ مَا لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلَا نَصِيرٍ
"Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar). Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu." (QS. Al Baqarah: 120)
Dalam ayat yang lain,
وَلَئِنِ اتَّبَعْتَ أَهْوَاءَهُمْ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَكَ مِنَ الْعِلْمِ إِنَّكَ إِذًا لَمِنَ الظَّالِمِينَ
"Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti keinginan mereka setelah datang ilmu kepadamu, sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk golongan orang-orang yang dzalim." (QS. Al-Baqarah: 145)
Maka ketika seorang muslim meninggalkan syariat agamanya dan menyatakan diri telah mengikuti syariat/ajaran Yahudi dan Nashrani atau ajaran kufur lainnya seperti sekularisme, atheisme, Modernisme, demokrasi, dan semisalnya, baik secara keseluruhan atau sebagiannya saja, maka inilah hakikat puncak kekalahan dan kehinaan. Sehingga suka atau tidak dia harus mengikuti kemauan dan selera Yahudi dan Nashrani serta ajaran-ajaran kafir lainnya untuk mengatur ekonomi, pemerintahan, dan perundang-undangan, walau tanpa mengikuti agama kafir mereka.
Kedua, bersikap lunak dan lembut terhadap orang-orang kafir. Allah Ta'ala berfirman,
فَلَا تُطِعِ الْمُكَذِّبِينَ وَدُّوا لَوْ تُدْهِنُ فَيُدْهِنُونَ
"Maka janganlah kamu ikuti orang-orang yang mendustakan (ayat-ayat Allah). Maka mereka menginginkan supaya kamu bersikap lunak lalu mereka bersikap lunak (pula kepadamu)." (QS. Al-Qalam: 8-9)
Firman Allah, "Maka janganlah kamu ikuti orang-orang yang mendustakan (ayat-ayat Allah)," adalah larangan Allah Subhanahu wa Ta'ala kepada Rasul-Nya shallallahu 'alaihi wasallam dalam mentaati para pendusta –yaitu kafir Makkah- karena mereka menyalahi kebenaran. Imam al-Qurthubi rahimahullah dalam tafsirnya (18/230) menerangkan tentang larangan Allah kepada Rasul-Nya agar tidak cenderung dan condong (sehingga bersikap lunak) terhadap kaum musyrikin. Mereka mengajak Nabi shallallahu 'alaihi wasallam agar berhenti menyerang mereka sehingga merekapun berhenti mengganggunya. Kemudian Allah menjelaskan bahwa bersikap cenderung dan lunak kepada mereka adalah kekufuran. Lalu Imam al-Qurthubi menukil firman Allah Ta'ala,
وَلَوْلاَ أَن ثَبَّتْنَاكَ لَقَدْ كِدتَّ تَرْكَنُ إِلَيْهِمْ شَيْئاً قَلِيلاً
"Dan kalau Kami tidak memperkuat (hati) mu, niscaya kamu hampir-hampir condong sedikit kepada mereka." (QS. Al-Isra': 74) Karenanya terdapat sekelompok orang yang tersesat dengan menyangka bahwa mudahanah (sikap lunak dengan meninggalkan ketegasan Islam untuk mendapat kepentingan dunia) yang diharamkan adalah mudarah (sikap lembut untuk menghindari mafsadat yang besar) yang dibolehkan. Akhirnya mereka membuka pintu kekalahan diakibatkan kebodohan atau pura-pura bodoh sehingga mereka memasukinya dengan menamakannya sebagai mudarah syar'i.
Untuk memperjelas persoalan ini kami sampaikan bahwa Mudarah dengan Mudahanah adalah dua hal yang berbeda. Mudarah dibolehkan, beda dengan mudahanah. Dan mudarah adalah berkata lembut dan bersikap baik terhadap orang yang menyelisihi tanpa mengakui sebuah kebatilan atau membenarkannya. Jika pengakuan dan dukungan kepada kebatilan itu ada maka bukan lagi disebut mudarah, tapi mudahanan.
mudarah adalah berkata lembut dan bersikap baik terhadap orang yang menyelisihi tanpa mengakui sebuah kebatilan atau membenarkannya. Jika pengakuan dan dukungan kepada kebatilan itu ada maka bukan lagi disebut mudarah, tapi mudahanan.
Dalam sebuah hadits disebutkan, ada seorang laki-laki meminta izin kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Ketika melihatnya, beliau bersabda: “Alangkah buruknya saudara qabilah, alangkah buruknya anak lelaki kabilah." Lalu ketika duduk, Nabi Muhammad tampak cerah wajahnya, dan melonggarkan baginya. Lalu ketika orang itu pergi Aisyah bertanya: "Ya Rasulullah, Ketika Engkau melihat orang itu Engkau katakan kepadanya, begini-begini, kemudian Engkau berwajah cerah di hadapannya, dan Engkau lapangkan baginya." Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: “Ya Aisyah, kapan kamu melihatku berkata kotor? Sesungguhnya manusia paling buruk kedudukannya di sisi Allah adalah orang yang ditinggalkan manusia lain karena takut keburukannya.” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud dan At Tirmidzi)
Lihatlah bahwa beliau tidak berkata batil dan tidak mendukung sesuatu yang batil, tidak berbuat maksiat dalam sikapnya ini. Sikap beliau ini sebagai upaya untuk menghindari keburukan dan lainnya dengan cara yang syar'i. Beliau tidak mencampur aduk dengan kemaksiatan. Sungguh telah banyak hadits yang memuji sikap mudarah terhadap orang karena sikap tersebut termasuk bagian dari akhlak yang baik dalam beberapa kondisi.
Perbedaan mendasar antara Mudarah dengan Mudahanah adalah: Bahwa mudarah mengorbankan dunia untuk kebaikan dunia atau agama atau keduanya secara bersamaan. Mudarah adalah mubah atau dibolehkan, terkadang sangat dianjurkan. Sedangkan mudahanah adalah meningalkan agama untuk mendapatkan dunia.
mudarah mengorbankan dunia untuk kebaikan dunia atau agama atau keduanya secara bersamaan.
Sebagaimana yang diungkapkan di depan bahwa kekalahan kelompok-kelompok yang menisbatkan dirinya kepada Islam pada hari ini adalah ketika mereka sudah bermudahanah terhadap musuh-musuh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Mereka telah menipu diri mereka sendiri dan menipu manusia dengan mengatakan bahwa ini adalah mudarah yang syar'i. Padahal itu merupakan kekalahan dan kehinaan yang sebenarnya serta mudahanah buta dengan membalik kebenaran sebagai kebatilan dan kebatilan sebagai kebenaran. Sikap seperti itu termasuk bentuk mengorbankan agama untuk kebaikan dunia dan kepertingan pribadi. Kalau sudah seperti ini dan tetap seperti ini, bagaimana akan datang kemenangan bagi umat Islam?
Mudahanah adalah mengorbankan agama untuk kebaikan dunia dan kepertingan pribadi.
Ketiga, condong dan cenderung kepada orang kafir dan orang-orang jahat.
Allah Ta'ala berfirman,
Allah Ta'ala berfirman,
وَإِنْ كَادُوا لَيَفْتِنُونَكَ عَنِ الَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ لِتَفْتَرِيَ عَلَيْنَا غَيْرَهُ وَإِذًا لَاتَّخَذُوكَ خَلِيلًا وَلَوْلَا أَنْ ثَبَّتْنَاكَ لَقَدْ كِدْتَ تَرْكَنُ إِلَيْهِمْ شَيْئًا قَلِيلًا إِذًا لَأَذَقْنَاكَ ضِعْفَ الْحَيَاةِ وَضِعْفَ الْمَمَاتِ ثُمَّ لَا تَجِدُ لَكَ عَلَيْنَا نَصِيرًا
"Dan sesungguhnya mereka hampir memalingkan kamu dari apa yang telah Kami wahyukan kepadamu, agar kamu membuat yang lain secara bohong terhadap Kami; dan kalau sudah begitu tentulah mereka mengambil kamu jadi sahabat yang setia. Dan kalau Kami tidak memperkuat (hati) mu, niscaya kamu hampir-hampir condong sedikit kepada mereka, kalau terjadi demikian, benar-benarlah Kami akan rasakan kepadamu (siksaan) berlipat ganda di dunia ini dan begitu (pula siksaan) berlipat ganda sesudah mati, dan kamu tidak akan mendapat seorang penolongpun terhadap Kami." (QS. Al-Isra': 73-75)
وَلَا تَرْكَنُوا إِلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا فَتَمَسَّكُمُ النَّارُ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ أَوْلِيَاءَ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ
"Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolong pun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan." (QS. Huud: 113) Siapa yang cenderung atau mentaati orang-orang kafir atau dzalim, maka pasti dia mendapat ancaman dengan neraka dan siksa pedih di akhriat.
Dan siapa yang memperhatikan makna kekalahan yang sebenarnya ini dapat kita simpulkan bahwa perjuangan umat Islam di belahan bumi Afghanistan dan Irak pada khususnya bukan merupakan kekalahan. Karena mereka tidak mau mengikuti dan tunduk kepada orang-orang kafir dan sistem mereka juga tidak mau ada ketergantungan kepada orang-orang kafir sehingga tidak bisa menyetir dan menguasi mereka. Kaum mujahidin tersebut juga tidak mau menjilat dengan berkata yang membuat orang-orang kafir; Amerika, Inggris, Perancis, dan sekutu-sekutu mereka ridla.
Sebaliknya, umat Islam di belahan bumi lain yang terlihat damai dan sejahtera tapi hukum dan pemerintahan mereka di bawah kendali dan kontrol negara-negara kafir sehingga dengan suka atau tidak harus menerima dan menerapkan demokrasi dan sistem kufur lainnya merupakan umat yang kalah dan terhina.
Maka hendaknya bagi setiap muslim agar berpegang teguh dengan prinsip akidah dan agama mereka. Hendaknya pula mereka selalu merasa tinggi dan menang meskipun mereka tertimpa banyak kesusahan dan terluka. Allah Ta'ala berfirman,
وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ إِنْ يَمْسَسْكُمْ قَرْحٌ فَقَدْ مَسَّ الْقَوْمَ قَرْحٌ مِثْلُهُ وَتِلْكَ الْأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا وَيَتَّخِذَ مِنْكُمْ شُهَدَاءَ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ
"Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman. Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itu pun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang dzalim." (QS. Ali Imran: 139-140)
Oleh: Badrul Tamam
Posting Komentar